RAKYATKU.COM - Betapa banyak orang yang berdoa untuk mendapatkan keberkahan. Sebenarnya apa yang dimaksud keberkahan itu?
Bila kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa Arab maupun melalui dalil-dalil dalam Alquran dan Sunnah, kita akan mendapatkan bahwa kata al-barakah memiliki kandungan dan pemahaman yang sangat luas dan agung.
Secara ilmu bahasa, al-barakah, berarti berkembang, bertambah dan kebahagian. Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: "Asal makna keberkahan, ialah kebaikan yang banyak dan abadi".
Dalam Alquran, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan kisah bangsa Saba’, suatu negeri yang tatkala penduduknya beriman dan beramal shalih, maka mereka dilingkupi dengan keberkahan.
Sampai-sampai ulama ahli tafsir mengisahkan, kaum wanita Saba’ tidak perlu bersusah-payah memanen buah-buahan di kebun mereka. Untuk mengambil hasil buahnya, cukup menaruh keranjang di atas kepala, lalu melintas di kebun, maka buah-buahan yang telah masak akan berjatuhan memenuhi keranjangnya, tanpa harus memetik atau mendatangkan pekerja untuk memanennya.
Sebagian ulama lain juga menyebutkan, dahulu di negeri Saba’ tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya. Kondisi demikian itu lantaran udaranya yang bagus, cuacanya bersih, dan berkat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa meliputi mereka.
Kisah keberkahan yang menakjubkan pada zaman keemasan umat Islam juga pernah diungkapkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah.
"Sungguh, biji-bijian dahulu, baik gandum maupun yang lainnya lebih besar dibanding dengan yang ada sekarang, sebagaimana keberkahan yang ada padanya (biji-bijian kala itu, pent) lebih banyak. Imam Ahmad rahimahullah telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa telah ditemukan di gudang sebagian kekhilafahan Bani Umawi sekantung gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung luarnya: 'Ini adalah gandum hasil panen pada masa keadilan ditegakkan'."
Syarat Meraih Keberkahan
Ustaz Dr Muhammad Arifin Badri sebagaimana dikutip dari Almanhaj.or.id menguraikan dua syarat meraih keberkahan.
1. Iman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, "Andaikata penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. Al-A’raf: 96)
Di antara perwujudan iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berkaitan dengan penghasilan, ialah senantiasa yakin dan menyadari bahwa rezeki apapun yang kita peroleh merupakan karunia dan kemurahan Allah Subhanahu wa Ta’ala , bukan semata-mata jerih payah atau kepandaian kita.
Perwujudan bentuk yang lain dalam hal keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala berkaitan dengan rezeki, yaitu kita senantiasa menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika hendak menggunakan salah satu kenikmatan-Nya, misalnya ketika makan.
“Dari Sahabat Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu saat sedang makan bersama enam orang sahabatnya, tiba-tiba datang seorang Arab badui, lalu menyantap makanan beliau dalam dua kali suapan (saja). Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ketahuilah seandainya ia menyebut nama Allah (membaca Bismillah, pent), niscaya makanan itu akan mencukupi kalian”. (HR Ahmad, An-Nasa-i, dan Ibnu Hibban)
Pada hadits lain, Nab Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketahuilah bahwasanya salah seorang dari kamu bila hendak menggauli istrinya ia berkata : “Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang Engkau karuniakan kepada kami”, kemudian mereka berdua dikaruniai anak (hasil dari hubungan tersebut) niscaya anak itu tidak akan diganggu setan”. (HR Al-Bukhari)
2. Amal Saleh
Yang dimaksud dengan amal saleh, ialah menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan syariat yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah hakikat ketakwaan yang menjadi syarat datangnya keberkahan sebagaimana ditegaskan pada surat Al-A’raf ayat 96 di atas.
Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Ahlul Kitab yang hidup pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, "Dan sekiranya mereka benar-benar menjalankan Taurat, Injil dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka”. (QS. Al-Ma’idah: 66)
Para ulama tafsir menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah kaki”, ialah Allah Subhanahu wa Ta’ala akan melimpahkan kepada mereka rezeki yang sangat banyak dari langit dan dari bumi, sehingga mereka akan mendapatkan kecukupan dan berbagai kebaikan, tanpa susah payah, letih, lesu, dan tanpa adanya tantangan atau berbagai hal yang mengganggu ketentraman hidup mereka.
Di antara contoh nyata keberkahan harta orang yang beramal saleh, ialah kisah Khidir dan Nabi Musa bersama dua orang anak kecil. Pada kisah tersebut, Khidir menegakkan tembok pagar yang hendak roboh guna menjaga agar harta warisan yang dimiliki dua orang anak kecil dan terpendam di bawah pagar tersebut, sehingga tidak nampak dan tidak bisa diambil oleh orang lain.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, "Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Rabbmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu.” (QS. Al-Kahfi: 82)
Menurut penjelasan para ulama tafsir, ayah yang dinyatakan dalam ayat ini sebagai ayah yang saleh itu bukan ayah kandung dari kedua anak tersebut. Akan tetapi, orang tua itu ialah kakeknya yang ketujuh, yang semasa hidupnya berprofesi sebagai tukang tenun.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Pada kisah ini terdapat dalil bahwa anak keturunan orang saleh akan dijaga, dan keberkahan amal salehnya akan meliputi mereka di dunia dan di akhirat. Ia akan memberi syafa’at kepada mereka, dan derajatnya akan diangkat ke tingkatan tertinggi, agar orang tua mereka menjadi senang, sebagaimana dinyatakan dalam Alquran dan Sunnah.
Sebaliknya, bila seseorang enggan beramal saleh atau bahkan malah berbuat kemaksiatan, maka yang ia petik juga kebalikan dari apa yang telah disebutkan di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rezekinya akibat dari dosa yang ia kerjakan." (HR Ahmad, Ibnu Majah, Al-Hakim dll)