RAKYATKU.COM - Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra menanggapi kritikan Mahfud MD yang menyebut ada prosedur yang keliru terakait rencana pembebasan Abu Bakar Ba'asyir.
Menurut Yusril, Presiden Jokowi bisa menugaskan siapa saja yang mampu dan tepat untuk memecahkan persoalan pembebasan bersyarat Ba'asyir.
Sebab, kata Yusril, selama ini Ba'asyir terbentur persyaratan bebas bersyarat karena menolak menandatangani persyaratan untuk setia pada Pancasila.
"Untuk mengatasi masalah itulah Presiden meminta saya untuk menelaah, mencari jalan keluar dan juga memerintahkan agar saya berbicara dengan Ba'asyir. Solusi mengatasi masalah itu saya laporkan kepada Presiden, dan Presiden setuju dengan solusi yang saya ajukan. Saya mengumumkan langkah untuk memberikan pembebasan kepada Ba'asyir," ujar Yusril.
Ia secara tegas menyatakan bukan dirinya yang berhak menjadi eksekutor atau menentukan pembebasan bersyarat kepada Ba'asyir. Tetapi Menkumham Yasonna Laoly dan jajarannya.
Kuasa hukum pasangan Jokowi-Ma'ruf ini justru 'menyindir' Mahfud, yang mempertanyakan keputusan Jokowi menyuruhnya mencari jalan keluar terkait kasus Ba'asyir, dan bukan Mahfud yang notabene merupakan ahli di bidangnya.
"Yang menjadi masalah bagi Pak Mahfud barangkali mengapa Presiden menyuruh Yusril mencari jalan keluar mengatasi masalah Ba'asyir, bukan meminta Mahfud MD. Kalau ini saya tentu tidak bisa menjawab," bebernya, dikutib Kumparan, Sabtu (26/1/2019).
"Sama halnya saya tidak bisa menjawab mengapa Mahfud MD yang semula digadang-gadang jadi cawapres, tetapi yang jadi malah Kiai Ma’ruf. Kalau ini tentu hanya Presiden Jokowi yang bisa menjawabnya," tutupnya.
Sebelumnya, Mahfud mengaku prosedur pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir keliru sejak awal.
Sebab, menurut Mahfud MD, prosedur pembebasan Ba'asyir tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur pembebasan bersyarat.
"Saya kira prosedurnya keliru kemudian organisatorisnya juga keliru," kata Mahfud MD.