RAKYATKU.COM - Rahaf al-Qunun berjanji untuk menggunakan ketenarannya saat ini untuk pemberdayaan perempuan Saudi lainnya. Hal itu diungkapkan pada wawancara pertama sejak tiba di Toronto, Kanada, Sabtu lalu.
“Saya ingin bebas dari penindasan dan depresi. Saya ingin mandiri,” katanya kepada ABC News.
“Aku tak bisa menikahi orang yang aku maui. Saya tidak bisa mendapatkan pekerjaan tanpa izin. Pemerintah Saudi menguraikan kehidupan seorang wanita; pekerjaan apa yang bisa dia pegang, pekerjaan apa yang bisa dia lakukan. Wanita bahkan tidak bisa bepergian sendiri,” tambahnya membeberkan pengalamannya di Arab Saudi.
"Saya pikir jumlah wanita yang melarikan diri dari pemerintahan Saudi dan pelecehan akan meningkat, terutama karena tidak ada sistem untuk menghentikan mereka," lanjutnya.
“Aku yakin akan ada lebih banyak wanita yang melarikan diri. Saya harap cerita saya mendorong wanita lain untuk berani dan bebas. Saya harap cerita saya mendorong perubahan pada hukum, terutama karena telah diekspos ke dunia. Ini mungkin agen perubahan."
Qunun meninggalkan keluarganya pada 5 Januari, tetapi dihentikan dalam perjalanan ke Australia oleh otoritas imigrasi Thailand dan paspornya diambil oleh diplomat Saudi.
Setelah diberi tahu bahwa dia akan dipaksa untuk pulang, dia membarikade dirinya di kamar hotel dan dengan putus asa pergi ke Twitter.
"Saya mengharapkan mereka memasuki ruangan dan menculik saya," kenangnya. "Itu sebabnya saya menulis surat perpisahan. Saya memutuskan bahwa saya akan mengakhiri hidup saya, sebelum saya dipaksa kembali ke Arab Saudi.”
Respons media sosial yang sangat besar mendorong intervensi dari PBB dan mengizinkannya tetap di Thailand sampai permohonan suakanya dikabulkan. Menurut Qunun, pelecehan atau lebih buruk kemungkinan menunggunya jika dia dipulangkan.