Kamis, 17 Januari 2019 00:30

Bolehkah Istri Minta Duluan dan Bagaimana jika Suami Tak Bernafsu?

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
ILUSTRASI
ILUSTRASI

Salah satu hadis populer dalam rumah tangga adalah dosa bagi istri yang menolak ajakan hubungan intim suaminya. Lantas, bagaimana jika istri duluan mengajak?

RAKYATKU.COM - Salah satu hadis populer dalam rumah tangga adalah dosa bagi istri yang menolak ajakan hubungan intim suaminya. Lantas, bagaimana jika istri duluan mengajak?

Ada yang mengatakan bahwa seorang suami akan mendapat laknat dari malaikat jika menolak permintaan istri. Namun, sejauh ini belum didapatkan dalil yang menjelaskan tentang itu.

Hanya saja, jika penolakan suami ini sampai pada taraf menelantarkan hak istri yang menjadi kewajibannya, maka suami berdosa. Dia dianggap menzalimi istrinya. Misalnya karena alasan bosan atau malas, dia tidak pernah berhubungan badan dengan istrinya.

Allah subhanahu wata'ala perintahkan kepada suami untuk mempergauli istrinya dengan baik. Dengan memenuhi setiap kebutuhannya, baik nafkah lahir, dan tentu saja nafkah bathin. Semua lelaki memahami, wanita juga ingin mendapatkan kenikmatan batin bersama suaminya.

Allah berfirman, "Wanita punya hak (yang harus ditunaikan suaminya sesuai ukuran kelayakan), sebagaimana dia juga punya kewajiban (yang harus dia tunaikan untuk suaminya). (QS. Al-Baqarah: 228)

"Karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan beberapa sahabatnya yang waktunya hanya habis beribadah, sehingga tidak pernah menjamah istrinya," urai Dewan Pembina Konsultasisyariah.com, Ustaz Ammi Nur Baits.

Aisyah bercerita, "Saya pernah menenui Khoulah bintu Hakim, istrinya Utsman bin Madz’un. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Khoulah suasananya kusam, seperti tidak pernah merawat dirinya. Beliaupun bertanya kepada A’isyah, 'Wahai Aisyah, Khoulah kok kusut kusam ada apa?'".

Aisyah menjawab, "Ya Rasulullah, wanita ini punya suami, yang setiap hari puasa, dan tiap malam tahajud. Dia seperti wanita yang tidak bersuami. Makanya dia tidak pernah merawat dirinya."

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh seseorang untuk memanggil Utsman bin Madz’un. Ketika beliau datang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasihat. 

"Wahai Utsman, kamu membenci sunahku?"

“Tidak Ya Rasulullah. Bahkan aku selalu mencari sunah Anda.”

“Kalau begitu, aku tidur dan aku salat tahajud, aku puasa dan kadang tidak puasa. Dan aku menikah dengan wanita. Wahai Utsman, bertaqwalah kepada Allah. Karena istrimu punya hak yang harus kau penuhi. Tamumu juga punya hak yang harus kau penuhi. Dirimu punya hak yang harus kau penuhi. Silahkan puasa, dan kadang tidak puasa. Silahkan tahajud, tapi juga harus tidur.” (HR. Ahmad 26308 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Pesan ini juga pernah disampaikan Salman kepada Abu Darda, karena beliau tidak pernah tidur dengan istrinya, "Sesungguhnya dirimu punya hak yang harus kau tunaikan. Tamumu punya hak yang harus kau tunaikan. Istrimu punya hak yang harus kau tunaikan. Berikan hak kepada masing-masing sesuai porsinya."

Pernyataan Salman ini dibenarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan hadis riwayat Tirmidzi nomor 2413 yang dishahihkan Syekh Al-Albani.

Bagaimana jika Suami Tak Bernafsu?

Ketika suami melayani permintaan istri, tidak selalu harus karena memuaskan dorongan nafsu pribadinya. Dia bisa hadirkan niat yang lain, seperti agar mendapat anak atau untuk memuaskan istrinya. Sehingga kehormatan istrinya lebih terjaga. Karena setiap hubungan badan bisa bernilai sedekah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Dalam setiap hubungan badan yang kalian lakukan, bernilai sedekah." (HR. Ahmad 21473 dan Muslim 2376)

Ibnu Qudamah pernah menyebutkan dialog Imam Ahmad dengan muridnya, "Apakah suami mendapat pahala ketika dia berhubungan badan dengan istrinya sementara dia tidak bernafsu?"

"Tentu saja, demi Allah. Dia bisa berharap dapat anak," Jawab Imam Ahmad.

"Kalau tidak menghasilkan anak?" tanya sang murid.

"Ini istrinya masih muda, bagaimana mungkin tidak mendapat pahala?" jawab Imam Ahmad (al-Mughni, 8/144).

Maksud Imam Ahmad, ketika istri itu masih muda, dia juga memiliki syahwat yang harus dipenuhi suaminya. Meskipun suami lagi tidak selera, tetapi melayani istri dalam hal ini, bisa berpahala. Sehingga boleh saja, bahkan dianjurkan ketika istri mengajak dan meminta istrinya untuk "beramal" dan "bersedekah".