Kamis, 03 Januari 2019 04:30

Lebih 2000 Bencana Timpa Indonesia Sepanjang 2018, Ini Penjelasan Alquran dan Hadis

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Bekas tsunami Banten.
Bekas tsunami Banten.

Indonesia ditimpa lebih 2.000 bencana sepanjang tahun 2018. Mungkinkah itu hanya fenomena alam biasa? Adakah keterangan dalam Alquran dan Hadis?

RAKYATKU.COM - Indonesia ditimpa lebih 2.000 bencana sepanjang tahun 2018. Mungkinkah itu hanya fenomena alam biasa? Adakah keterangan dalam Alquran dan Hadis?

Sebelum terjadinya gempa dan tsunami di Palu pada Jumat (28/9/2018), Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengumumkan jumlah bencana di Indonesia.

Berdasarkan data dari Januari hingga 24 September 2018 tercatat ada 1.999 kejadian bencana di Indonesia. Saat itu Sutopo bilang jumlah tersebut akan terus bertambah hingga akhir 2018.

Ternyata benar. Setelah itu, ada gempa, tsunami, dan likuefaksi di Sulawesi Tengah. Lalu, yang terbaru tsunami yang tidak didahului gempa yang melanda Banten dan Lampung.

Hingga 24 September 2018, korban meninggal mencapai 3.548 orang. Itu belum termasuk korban meninggal di Sulawesi Tengah yang mencapai lebih dari 2.100 orang dan Banten-Lampung yang mencapai lebih dari 430 orang.

Banyak yang menganggap bencana tersebut hanya fenomema alam biasa. Bukan azab atau hukuman atas kemaksiatan yang terjadi. Bagaimana menurut Alquran dan Hadis?

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz sebagaimana dikutip dari Almanhaj.or.id menguraikan panjang lebar fenomena tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Alquran dan Sunnah.

Bencana itu sebenarnya peringatan dari Allah Azza wa Jalla kepada hambanya sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, "Dan tidaklah Kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti." (QS. Al Israa: 59)

Selanjutnya, "Katakanlah (Wahai Muhammad): “Dia (Allah) Maha Berkuasa untuk mengirimkan adzab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian, atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan), dan merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebahagian yang lain." (QS. Al-An’am: 65)

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Shahih-nya dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia (Jabir) berkata : “Saat firman Allah Azza wa Jalla turun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,’Aku berlindung dengan wajahMu,’ lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan (membaca)  'au min tahti arjulikum', Rasulullah berdoa lagi, ’Aku berlindung dengan wajahMu”. (HR. Bukhari no. 4262 dan At Tirmidzi, no. 2991)

Diriwayatkan oleh Abu Syaikh al Ashbahani dari Mujahid tentang tafsir ayat ini. Beliau mengatakan, yaitu halilintar, hujan batu dan angin topan, gempa, dan tanah longsor.

Jelaslah, gempa yang terjadi pada masa-masa ini di beberapa tempat termasuk ayat-ayat (tanda-tanda) kekuasaan yang digunakan untuk menakut-nakuti para hambaNya. Semua yang terjadi di alam ini, (yakni) berupa gempa dan peristiwa lain yang menimbulkan bahaya bagi para hamba serta menimbulkan berbagai macam penderitaan, disebabkan oleh perbuatan syirik dan maksiat.

Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla, "Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (QS. Asy Syuura: 30)

Allah Azza wa Jalla berfirman, "Nikmat apapun yang kamu terima, maka itu dari Allah, dan bencana apa saja yang menimpamu, maka itu karena (kesalahan) dirimu sendiri." (QS. An Nisaa: 79)

Tentang umat-umat terdahulu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, "Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur (halilintar), dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri". (QS. Al-Ankabut: 40)

Maka wajib bagi setiap kaum Muslimin yang mukallaf dan yang lainnya, agar bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, konsisten di atas din (agama)nya, serta waspada terhadap semua yang dilarang, yaitu berupa perbuatan syirik dan maksiat. Sehingga, mereka selamat dari seluruh bahaya di dunia dan akhirat, serta Allah menolak semua adzab dari mereka, dan menganugerahkan kepada mereka segala jenis kebaikan.

Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla, "Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya". (QS. Al A’raaf: 96)

Allah Azza wa Jalla berfirman tentang Ahli Kitab, "Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Alquran) yang diturunkan kepada mereka dari Rabb-nya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka". (QS. Al-Maidah: 66)

Selanjutnya, Allah Azza wa Jalla berfirman, "Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi". (QS. Al A’raaf: 97-99)

Al Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “Pada sebagian waktu, Allah Azza wa Jalla memberikan ijin kepada bumi untuk bernafas, lalu terjadilah gempa yang dahsyat. Dari peristiwa itu, lalu timbul rasa takut pada diri hamba-hamba Allah Azza wa Jalla, rasa taubat dan berhenti dari perbuatan maksiat, tunduk kepada Allah Azza wa Jalla dan penyesalan. Sebagaimana perkataan sebagian ulama Salaf, pasca gempa,’Sesungguhnya Rabb kalian mencela kalian’. Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, pasca gempa di Madinah menyampaikan khutbah dan nasihat; beliau Radhiyallahu ‘anhu mengatakan,’Jika terjadi gempa lagi, saya tidak akan mengijinkan kalian tinggal di Madinah’.”