RAKYATKU.COM, MAKASSAR — Pada september 2024 lalu, sejarah kecil namun bermakna besar tercipta.Para pemuka agama dan Pemuda dari berbagai lintas agama berkumpul dalam forum Silaturahmi dan Dialog Pemuda Lintas Agama untuk memperkuat komitmen menjaga bumi dan merawat kerukunan antarumat beragama. Dalam pertemuan itu, lahirlah Deklarasi Istiqlal, yang memuat dua poin krusial: penolakan terhadap dehumanisasi dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan hidup.
Dialog yang digelar bersama Keuskupan Agung Makassar, ormas keagamaan, dan perwakilan Kementerian Agama ini menjadi ruang refleksi sekaligus momentum penting memperkuat peran pemuda sebagai pilar utama perdamaian dan pelindung bumi.
Ketua Komisi Kerawam Keuskupan Agung Makassar, RD Albert Arina, menegaskan bahwa kerukunan antarumat beragama merupakan fondasi utama bangsa yang kuat dan damai. Dalam pandangannya, pemuda harus tampil sebagai pelopor persatuan dan agen perubahan, bukan dijadikan alat provokasi yang merusak tatanan masyarakat.
Baca Juga : Gubernur Sulsel Lepas 393 Jemaah Haji Embarkasi Makassar Kloter Pertama
“Pemuda tidak boleh lagi dipandang sebagai sumber masalah, tetapi sebagai penggerak utama pembangunan bangsa. Mereka harus bersatu dalam keberagaman, saling menjaga dan menghormati perbedaan keyakinan. Itulah kekuatan sejati bangsa ini,” tegasnya.
Menolak Dehumanisasi, Menjaga Kemanusiaan
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Selatan, Ali Yafid, menyoroti bahaya laten dehumanisasi—upaya menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan, terutama saat digunakan sebagai senjata dalam konflik politik berbasis agama dan ras. Menurutnya, para tokoh agama telah sepakat untuk mengawal isu ini secara aktif dalam setiap ruang keagamaan.
Baca Juga : Buka Puasa Bersama Lintas Agama di Keuskupan Agung membahas Deklarasi Istiqlal
“Dehumanisasi adalah awal dari perpecahan. Maka dari itu, para pemuka agama wajib menyuarakan pesan kemanusiaan dalam setiap khotbah, ibadah, dan pertemuan lintas iman. Kami akan terus mengingatkan masyarakat akan pentingnya menjunjung tinggi nilai kemanusiaan,” ujar Ali.
Menjaga Alam sebagai Tanggung Jawab Iman
Deklarasi Istiqlal juga menyoroti isu eksploitasi alam yang kian mengkhawatirkan. Ali menegaskan bahwa perusakan lingkungan—seperti pembakaran hutan, penebangan liar, hingga pertambangan tanpa reklamasi—bukan hanya masalah ekologi, tapi juga tanggung jawab spiritual.
Baca Juga : Kakanwil Kemenag Sulsel, Muh. Tonang Meninggal Dunia
“Kami terus menggaungkan kampanye Go Green sebagai bentuk iman yang diwujudkan dalam aksi nyata. Lintas agama telah sepakat bahwa menjaga alam adalah bagian dari ibadah,” tambahnya.
Senada dengan itu, Uskup Agung Makassar, Mgr. Fransiskus Nipa, menekankan bahwa deklarasi ini merupakan bentuk nyata dari persatuan lintas iman dalam menjaga keberlangsungan hidup semua makhluk ciptaan Tuhan. Ia mengajak umat beragama untuk menjauhi praktik yang merusak lingkungan demi generasi masa depan.
“Eksploitasi alam yang berlebihan akan membawa pada kehancuran ekosistem dan menimbulkan konflik sosial. Sebagai umat beriman, kita dipanggil untuk melestarikan ciptaan Tuhan, bukan merusaknya,” tegas Uskup Fransiskus.
Baca Juga : Terbagi 8 Kloter, PPIH Embarkasi Makassar Telah Berangkatkan 3.149 Jemaah Haji
Lebih jauh, ia menyebut bahwa dialog lintas agama yang berlangsung menunjukkan pergeseran paradigma: dari kekerasan menuju keadilan, dari eksklusivisme menuju solidaritas.
Deklarasi Istiqlal: Dua Komitmen Utama Pemuda Lintas Agama
Menolak dehumanisasi dalam segala bentuknya, termasuk ujaran kebencian berbasis agama, ras, dan identitas.
Baca Juga : 13 Jemaah Haji Embarkasi Makassar Meninggal di Arab Saudi, Ini Daftar Lengkapnya
Melawan eksploitasi alam dan mendorong gaya hidup berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab iman terhadap bumi.
Forum ini bukan sekadar pertemuan, tetapi sebuah penegasan bahwa persatuan dalam keberagaman dan kepedulian terhadap bumi adalah jalan bersama menuju masa depan yang damai dan berkelanjutan.