RAKYATKU.COM, JAKARTA — Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menggelar Mining for Journalist di kawasan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (29/2/2024).
Pada acara yang mengambil tema Pertambangan dan Hilirisasinya dalam Mendukung Lingkungan Yang Berkelanjutan ini, PT Vale Indonesia menegaskan pentingnya praktik penambangan berkelanjutan di industri nikel.
Hadir sebagai pembicara, yakni Head of Communications PT Vale, Suparam Bayu Aji, Direktur PT Arutmin Indonesia yang juga Wakil Ketua Umum Perhapi, Sudirman Widhy Hartono, Direktur Health, Safety, and Environment PT Trimegah Bangun Persada, (Harita Nickel), Tonny H. Gultom.
Baca Juga : PT Vale IGP Morowali Raih Penghargaan Indonesia Corporate Sustainability Award 2024
Selain itu, hadir Ketua Dewan Pakar Perhapi, Prof. Irwandy Arif, serta perwakilan dari Ditjen Minerba Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Bayu Aji dalam paparannya mengatakan nikel adalah bagian solusi transisi energi sehingga pengolahan nikel diharapkan dilakukan secara berkelanjutan.
“Pertambangan sangat dibutuhkan, tetapi kami juga percaya bahwa tidak akan ada pertambangan kalau kita tidak memikirkan masa depan, tidak memikirkan keberlanjutannya. Pengolahan nikel diharapkan dilakukan secara berkelanjutan, mulai dari proses penambangan di tambang hingga ujungnya di baterai sampai (dibuat untuk) mobil listrik,” ujarnya.
Baca Juga : PT Vale Perkuat Komitmen Iklim lewat Kemitraan Produksi Nikel Net-Zero di COP29
Dalam pengolahan nikel secara berkelanjutan di Indonesia yang merupakan jenis Laterite, beberapa tantangan utama, di antaranya yakni pengelolaan air limpasan dan menjaga keanekaragaman hayati.
Terkait pengelolaan air limpasan, kata Bayu Aji, PT Vale melakukan pengendalian efluen dan sedimentasi terintegrasi. Saat ini PT Vale memiliki lebih dari 120 sediment pond dan juga memiliki fasilitas Lamella Gravity Settler Wastewater Treatment yang terintegrasi dengan fasilitas pengendalian sedimen secara berjenjang dengan total kapasitas lebih dari 15 juta meter kubik.
"Terkait keanekaragaman hayati, kami punya taman Kehati yang di dalamnya ada fasilitas pembibitan, arboretum, penangkaran rusa, dan taman konservasi kupu-kupu. Itu adalah bagian dari konservasi. Selain itu, setelah pembibitan, kami juga menanam. Kami banyak sekali penanaman, sudah ada sekitar 16 juta pohon yang kami tanam,” ungkapnya.
Baca Juga : Presiden Prabowo Saksi Kolaborasi USD1,4 Miliar PT Vale dan GEM Co. untuk Pabrik Nikel Net-Zero
Bayu Aji menuturkan untuk menerapkan praktik pertambangan yang berkesinambungan dengan memperhatikan aspek sebelum dan setelah penambangan, PT Vale sendiri membagi alokasi anggaran untuk tiga bagian, yakni sekitar 22 persen untuk konservasi pra penambangan, sekitar 53 persen untuk proses penambangan, dan sekitar 25 persen untuk rehabilitasi pascatambang.
Terkait tantangan pengelolaan energi, PT Vale Indonesia memiliki peta jalan menuju emisi Net Zero pada 2050. Menargetkan 33 persen pengurangan emisi absolut pada 2030, PT Vale melakukan upaya mereduksi emisi gas rumah kaca dengan jalur inovasi teknologi dan jalur keanekaragaman hayati.
Komitmen PT Vale terhadap pertambangan keberlanjutan juga terlihat di aspek sosial, yaitu mengutamakan keselamatan karyawan dan kontraktor. “Kami membangun program agar para leaders turun ke lapangan, supaya mereka melihat langsung kemungkinan adanya potensi-potensi risiko,” tuturnya.
Baca Juga : Kementerian ESDM Jadikan PT Vale IGP Pomalaa Teladan Praktik Pertambangan Berkelanjutan
Direktur HSE Harita Nickel, Tonny Gultom, juga menilai pemanfaatan energi terbarukan menjadi pertimbangan di industri tambang ke depan.
Karena itu, Harita Nickel akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dengan kapasitas 40 Megawatt Peak (MWp) pada 2024 ini sebagai upaya untuk mendukung penurunan emisi karbon pada 2060.
Kemudian, Direktur PT Arutmin Indonesia yang juga Wakil Ketua Umum Perhapi, Sudirman Widhy Hartono, membeberkan potensi batu bara Indonesia. Sumber daya batu bara Indonesia masih 98,5 miliar ton. Sementara, cadangan batu bara Indonesia 33,8 miliar ton. Kata Widhy, berdasarkan data itu, potensi batu bara Indonesia tercatat nomor tiga di dunia.