RAKYATKU.COM, BARRU - Syahdan masih ingat ketika anaknya R yang masih berusia 13 tahun itu dianiaya pelaku Wandi karena dituduh mencuri, tetapi ternyata tidak terbukti.
Bogem mentah pelaku melayang bertubi-tubi ke wajah R. Alhasil luka bengkak hingga memar biru menutupi wajah R. Darah juga mengalir dari luka di leher. Begitupun perut R memar dihantam pelaku.
Pemukulan ini berlangsung setahun lalu, tepatnya April 2022, pas Ramadan. TKP-nya di Pasar Sentral Mattirowalie, Kecamatan Barru, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Baca Juga : Jenazah Anak Laki-laki Tanpa Identitas Disimpan di RSUD Batara Siang Pangkep, Diduga Korban Penganiayaan
Namun, Pengadilan Negeri Barru baru menyidangkan perkara ini, Selasa (27/2/2022).
Syahdan menjelaskan ke wartawan, kasus yang menimpa anak remajanya ini sungguh memprihatinkan. Setelah dituduh mencuri tanpa bukti, dipukuli sampai bonyok, perkaranya pun seolah dicueki aparat.
Syahdan melapor ke Polres Barru setelah kejadian itu pada April 2022. Namun, ironisnya berkas perkaranya baru dilimpahkan ke kejaksaan Desember 2022. Hampir setahun lamanya.
Baca Juga : Operasi Patuh Pallawa 2024: Kanit Turjawali Polres Barru Sosialisasi di SMPN 1 Barru
Lebih miris lagi, pelaku penganiayaan anak di bawah umur ini tidak pernah ditahan dan masih bebas berkeliaran berjualan di Pasar Matirowalie.
"Kami kecewa karena laporan kami hampir setahun di Polres Barru. Yang bikin kami lebih keberatan lagi karena tuntutan jaksa cuma dua bulan. Tidak sebanding sama luka anak kami," kata Syahdan, Rabu (1/3/2023).
Menurut Kuasa Hukum korban, Amir Madeamin, pasal yang dikenakan penegak hukum ke pelaku tidak sesuai dan terkesan meringankan pelaku. Bagaimana tidak, korban merupakan anak di bawah umur 17 tahun.
Baca Juga : Kerap Open BO di MiChat, Dua Muncikari dan Empat Wanita PSK di Barru Dibekuk Polisi
Amir mengungkapkan, pasal yang dituntutkan adalah pasal 371 KUHP dengan bacaan tuntutan di persidangan hanya dua bulan. Seharusnya, kata Amir, jaksa mempertimbangkan kasus ini sebagai penganiayaan di bawah umur.
"Kami keberatan dengan tuntutan ringan ini. Harusnya pelaku dijerat dengan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 23 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 3 tahun 6 bulan," tegas Amir.
Amir menyayangkan sikap aparat penegak hukum yang seolah tidak melihat objektif kasus kekerasan anak ini. Sebab, kata dia, bukan tidak mungkin kasus serupa bisa saja terulang kembali dan hukumannya bisa disepelekan.