RAKYATKU.COM -- Kementerian Pertanian (Pertanian) terus menderaskan penggunaan Biosaka terhadap serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan pertumbuhan guna meningkatkan produksi padi.
Langkah ini penting mempertahankan hingga meningkatkan surplus beras yang saat ini dicapai, yakni melansir data hasil Survei Cadangan Beras Nasional Tahun 2022 (SCBN22), dengan rata-rata konsumsi beras per tahun 27,13 juta ton, surplus beras 2019 - 2022 sebesar 9,48 juta ton dan stok beras nasional pada 30 April 2022 (menjelang lebaran) 10,15 juta ton.
Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Bambang Pamudji mengatakan bahwa saat ini Indonesia dihadapi pada naiknya harga pupuk, pestisida kimia dan pupuk bersubsidi pun jumlahnya terbatas.
Baca Juga : Mentan RI Amran Tinjau Lokasi Sebelum Kunker Presiden Jokowi di Bone
Dengan penggunaan bahan alami Biosaka yang selama ini dikembangkan tentu menjadi alternatif untuk bisa diterapkan karena beberapa pengalaman menunjukkan bahwa penggunaan Biosaka itu dapat mengurangi penggunaan pupuk dan meningkatkan jumlah produksi
“Kami berusaha untuk Biosaka jangan hanya kebetulan, tapi juga untuk didedikasikan secara ilmiah. Yang artinya bahwa metodologi Biosaka ini bisa dipelajari dan dilakukan oleh semua orang,” demikian dikatakan Bambang dalam acara panen demplot padi penggunaan Biosaka di lahan percobaan Balai Besar Peramalan OPT, Karawang yang disiarkan langsung melalui webinar BTS Propaktani, Kamis (18/8/2022).
Pada musim tanam ini BBPOPT melakukan suatu kajian dalam pengelolaan OPT Padi di lahan percobaan balai Besar Peramalan OPT, Karawang berupa uji efektifitas penggunaan biosaka terhadap OPT dan pertumbuhan padi.
Baca Juga : Mentan Serahkan Bantuan Pertanian Senilai Rp410 Miliar untuk Bencana di Sulsel
Menurut Kepala BBPOPT, Enie Tauruslina Amarullah, kegiatan perlindungan tanaman perlu dilakukan secara teratur agar produksi pangan tidak terganggu.
"Kajian Biosaka termasuk perlindungan tanaman dengan pertimbangan ekologi yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Juga teknik pengendalian yang dilakukan berusaha menekan populasi atau intensitas serangan tetapi sekaligus memperhatikan dampak terhadap kelestarian lingkungan," jelasnya.
“Aplikasi Biosaka dilakukan setiap 2 minggu dengan variabel pengamatannya. Yakni jumlah anakan, tinggi tanaman, panjang bulir, panen dengan jumlah 1.000 bulir, gabah hampa, gabah bernas, jumlah tangkai menghasilkan bulir dalam 1 rumpun, provitas, produksi,” sambung Enie.
Baca Juga : Indonesia Jalin Kerjasama Teknologi Pertanian dengan Iran
Pada webinar ini, Guru Besar SITH ITB, Robert Manurung membeberkan dalam penggunaan biosaka ini yang paling penting adalah dampaknya. Dampak yang dihasilkan oleh biosaka ini cukup baik dalam pertumbuhan dan hasil produksinya.
“Pertanian itu hidup mati kita, kita berkontribusi pada pertanian. Kalau kita merusak lingkungan kita, itu akan sulit sekali untuk dikembangkan. Kita harus berkontribusi dan berperan penting membuat lingkungan ini baik,” jelas Robert.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Blitar, Wawan Widianto, menjelaskan awal mula pihaknya menggunakan biosaka dengan berbagai uji coba. Awalnya muncul keresahan para petani yang mengeluh karena harga pupuk dan pestisida yang mahal. Kemudian Dinas Pertanian Blitar mengajak petani dan para petugas untuk melakukan inovasi, salah satunya biosaka.
Baca Juga : Pj. Gubernur Jateng Apresiasi Mentan Amran atas Solusi Cepat Bagi Petani
"Biosaka mempunyai kelebihan yaitu dapat menekan biaya operasional dan bisa dibuat oleh siapa saja serta berasal dari bahan di sekitar kita. Di Blitar sudah banyak dicoba di berbagai komunitas tanaman pangan, seperti padi, kedelai, singkong dan ubi jalar. Dari hortikultura seperti cabai, melon, kentang dan lainya. Dari perkebunan juga seperti kopi dan saat ini sedang diamati untuk tanaman tebu,” ungkap Wawan.
Penggagas Biosaka, Muhammad Ansar menyebutkan Biosaka ini semakin banyak digunakan petani karena hasilnya yang positif dan sangat bagus. Meskipun awalnya di Blitar masih 50-50 dengan penggunaan pupuk kandang, namun hingga hari ini sudah 100% menggunakan pupuk biosaka dan hasilnya sangat baik.
“Biosaka sendiri bukan sebuah produk. Biosaka ini diyakini semua petani pada dasarnya akan bisa melakukan atau memproduksi sendiri karena bahannya yang sangat sederhana. Hanya dari rumput dan air yang ada di sekitar kita. Saat ini ada ribuan petani yang sudah berhasil membuat biosaka dan sudah mengaplikasikannya dengan hasil yang bagus,” sebut Ansar.