Jumat, 04 Maret 2022 09:47

Wacana Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Jabatan Presiden Wujud Demokrasi Semu

Syukur Nutu
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ilustrasi
Ilustrasi

'Jika menggunakan diksi tunda karena kondisi ekonomi, justru proyek Ibu Kota Negara yang layak ditunda"

RAKYATKU.COM - Akhir-akhir ini wacana penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden RI menjadi perbincangan. Wacana ini ditanggapi berbeda di tengah masyarakat, ada yang sepakat dan ada pula yang secara tegas menolak.

Terkait wacana tersebut, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedillah Badrun menilai wacana penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden yang dilontarkan sejumlah pemimpin partai politik adalah wujud dari praktik demokrasi semu (pseudo democracy).

"Pseudo democracy maksudnya jalannya negara tidak lagi dijalankan oleh institusi demokrasi yang baik yang mendengarkan aspirasi rakyat, tetapi dikendalikan oleh institusi yang buruk yang dipandu oleh oligarki bukan dipandu oleh daulat rakyat," kata Ubedillah, Jumat (4/3/2022).

Baca Juga : Presiden Jokowi Respons Putusan PN Jakarta Pusat Terkait Penundaan Pemilu

Ide penundaan pemilu disebut bukan hanya kemunduran tetapi juga merusak praktik demokrasi yang sehat yakni pergantian kekuasaan secara teratur. Ide penundaan pemilu secara moral mengkhianati agenda Reformasi 1998 yang membatasi masa jabatan Presiden hanya untuk dua periode.

Pengalaman buruk pada akhir kekuasaan Presiden Soekarno dan Soeharto disebut seharusnya menjadi pelajaran menata Indonesia menjadi lebih modern yang menjalankan pemerintahan sebagai negara Republik bukan kerajaan.

Berkaca dari pengalaman masa lalu dan guna membatasi kekuasaan Presiden, maka setelah reformasi dilakukan amandemen UUD 1945 yang membatasi masa jabatan Presiden sebagaimana diatur dalam pasal 7 UUD 1945.

Baca Juga : PP Lidmi: Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Penundaan Pemilu Bentuk Pengkhianatan terhadap Reformasi

Jika ide penundaan pemilu terus berlanjut dan dibawa ke DPR maka bakal menimbulkan gejolak politik yang dahsyat. Alasan perbaikan ekonomi yang menjadi dalih mengundur pemilu atau memperpanjang masa jabatan Presiden dinilai tidak masuk akal.

"Sebab di mayoritas temuan riset setelah pemilu justru ekonomi bangkit karena ada energi baru dan kepercayaan baru pada pemerintahan baru. Jika menggunakan diksi tunda karena kondisi ekonomi, justru proyek Ibu Kota Negara yang layak ditunda," sebut Ubedillah.

Para petinggi partai politik yang melontarkan adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Baca Juga : Ternyata Penundaan Pemilu 2024 dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Tak Pernah Dibahas Pemerintah

Muhaimin beralasan menurut analisis big data perbincangan di media sosial, dari 100 juta subjek akun, 60 persen di antaranya mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.

Sementara itu Airlangga beralasan menerima aspirasi dari kalangan petani di Kabupaten Siak, Ria terkait wacana perpanjangan masa jabatan presiden.

Kemudian Zulkifli mengatakan, ada sejumlah alasan yang membuat PAN mendukung penundaan pemilu. Yakni mulai dari situasi pandemi, kondisi ekonomi yang belum stabil, hingga anggaran pemilu yang membengkak.

Baca Juga : Soal Penundaan Pemilu, Pakar Sebut Presiden Jokowi Bisa Dimakzulkan

Sebelumnya, pada 15 Maret 2021 lalu presiden Jokowi pernah menyatakan menolak wacana perpanjangan masa jabatan hingga 3 periode. Menurut dia, sikap itu tidak akan pernah berubah karena sesuai dengan UUD 1945 yang menyatakan masa jabatan presiden dibatasi sebanyak dua periode.

[Sumber KOMPAS.com]

 

#Penundaan Pemilu #perpanjangan masa jabatan presiden