RAKYATKU.COM - Ada dugaan di kalangan masyarakat terkait lonjakan kasus COVID-19 merupakan kesengajaan, terlebih menjelang Lebaran Idulfitri nanti.
Namun, dugaan itu ditepis pakar epidemiologi Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. Tren kasus COVID-19 yang dinilai seperti "siklus berulang" dan terjadi setelah periode Natal dan tahun baru, murni karena sejumlah faktor.
"Dalam setiap lonjakan, gelombang itu ya sebetulnya sesuai hukum biologi, kalau ada keramaian sebelumnya, mobilitas tinggi, ya dia menjadi salah satu pemicu satu varian menjadi menyebar dengan mudah," tegas Dicky, Selasa (8/2/2022).
Baca Juga : Inilah Keppres Penetapan Berakhirnya Status Pandemi Covid-19 di Indonesia
"Tidak hanya mau Lebaran, orang di negara-negara Amerika setelah mau Natal dia memang begitu (ada lonjakan kasus). Jadi bukan karena mau Natal, terus (dilonjakin kasusnya), tapi karena sebelumnya dia ada thanksgiving, pergerakan orang banyak banget. Nah, jadi itu hukum biologi, kita selalu menjelang Lebaran itu iya kan ada Nataru, kalau Nataru-nya nggak ke mana-mana ya beda gitu, tapi karena begitu, siklusnya terkesannya begitu padahal nggak," bebernya.
Dicky memprediksi kemungkinan lonjakan kasus terjadi di periode Lebaran sangat kecil. Rentang waktu puncak kasus COVID-19 dengan Lebaran relatif jauh.
Ia malah melihat risiko lonjakan kasus terjadi setelah periode Lebaran, meskipun angkanya dinilai tak akan melambung tinggi lantaran sudah banyak yang divaksinasi booster.
Baca Juga : Pemerintah Resmi Cabut Status Pandemi Covid-19, Beralih Jadi Endemi
"Tapi, masalahnya kalau untuk Lebaran tahun ini, kecenderungannya relatif lebih mengecil adanya potensi buruk, karena ini sekarang kita sudah mau puncak misalnya akhir Februari, orang vaksinasinya sudah dikejar dengan syarat ya vaksinasi dua dosis dan boosternya sudah dikejar," sambung Dicky.
"Bahkan mungkin dalam kasus Omicron sebagian yang belum divaksin ini keburu terinfeksi jadi relatif kecil ada potensi lonjakan di Lebaran tahun ini," imbuhnya. (*)
Sumber: Detik.com