RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Dokter kecantikan inisial, CH (34) membeberkan alasan melakukan pemalsuan hasil tes swab PCR dan Antigen untuk perjalanan penerbangan.
Kepada polisi pelaku mengakui perbuatannya telah dilakukan sejak pertengahan tahun 2021 hingga diungkap oleh polisi. Adapun konsumen yang diduga telah menggunakan jasa pembuatan surat keterangan palsu itu sudah mencapai kurang lebih 100 orang.
"Alasan pelaku untuk membayar gaji karyawan, operasional dari klinik serta untuk kepentingan pribadinya," kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Komang Suartana, Rabu 19/1/2022.
Baca Juga : Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan Perkuat Sinergitas Kamtibmas Unismuh dengan Institusi Kepolisian
Sebelumnya, polisi menangkap pelaku yang juga owner Klinik Kecantikan HOB di Jalan Andi Djemma, Kota Makassar pada Jumat 14/1/2022 atas dugaan pemalsuan dokumen.
Kombes Pol Komang Suartana mengatakan, pelaku melakukan pembuatan tes swab PCR dan Antigen yang dibuat secara tidak resmi atau fiktif tanpa melalui prosedur yang seharusnya.
"Pelaku mengeluarkan hasil tes PCR dan Antigen tanpa melakukan pemeriksaan. Ia (CH) kesehariannya berprofesi dokter spesialis kecantikan," tambahnya.
Baca Juga : Wakapolres Wajo Periksa Kondisi Ruangan Tahanan
Pengungkapan ini berawal saat anggota Resmob Polsek Rappocini melakukan penyelidikan pencurian handphone di klinik kecantikan tersebut. Saat melakukan penggeladahan ditenemukan percakapan di handphone pelaku terkait bisnis PCR dan Antigen.
Dalam percakapan itu, dokter kecantikan ini mengiming-imingi pasien mendapatkan hasil PCR dan Antigen tanpa pemeriksaan. Pasien hanya mengirimkan kartu identitas.
"Awalnya selidiki adanya calon karyawan kehilangan HP tetapi malah ditemukan tes PCR dan Antigen palsu ini," ungkapnya.
Baca Juga : Ribuan Warga Barru Antusias Ikuti Bakti Sosial Kapolda Sulsel
Dalam pembuatan hasil COVID-19 ini, CM mematok sejumlah harga. Untuk tes PCR kisaran harga Rp700 ribu hingga Rp900 ribu. Sementara, Antigen seharga Rp200 ribu hingga Rp400 ribu.
"Pasien membayar dengan cara transfer ke rekening pelaku, sesuai dengan tarif yang ditentukan," ungkapnya.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 263, 267 dan 268 junto pasal 55, pasal 56 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana maksimal 6 tahun penjara.