RAKYATKU.COM - Usai kehilangan pekerjaannya di tengah pandemi COVID-19, Freddie Davis mendapat pukulan lain. Pemilik rumah yang disewanya di Miami, Amerika Serikat (AS), akan melipatgandakan uang sewa apartemennya. Davis bersiap menghadapi apa yang ia khawatirkan akan terjadi selenjutnya.
September lalu ia diusir dari tempat tinggal yang disewanya, lebih dari satu bulan setelah berakhirnya moratorium penggusuran yang diberikan pemerintah federal. Kini ia tinggal di sebuah hotel kecil, dibantu oleh organisasi nirlaba yang membantu para tunawisma.
Laki-laki berusia 51 tahun itu sangat ingin mencari tempat tinggal baru, tetapi hal itu mustahil mengingat ia hanya mendapatkan tunjangan difabel sebesar 1.000 dolar per bulan.
Baca Juga : AS Kirim VAMPIRE ke Ukraina
“Kita tinggal di Amerika dan orang-orang seperti saya, kami harus tidur di jalan jika tidak memiliki tempat tinggal lain karena kami tidak mampu membayar sewa,” ujar Davis yang kehilangan satu kakinya karena diabetes.
Ia juga menderita gagal jantung kongestif atau penyakit jantung bawaan, dan baru pulih dari beberapa luka di bagian kaki. “Saya benar-benar tidak dapat melakukan apapun,” keluhnya.
Larangan untuk melakukan pengusiran bagi warga yang tidak mampu membayar sewa rumah yang dikeluarkan pemerintah federal, juga gabungan moratorium pemerintah negara bagian, sempat membuat Davis dan jutaan orang lainnya dapat tetap tinggal di rumah mereka saat perebakan COVID-19 dan mencegah meluasnya penyebaran lebih jauh.
Baca Juga : Penembakan Massal Terjadi di Berbagai Kota AS, Lebih dari 12 Orang Tewas
Setelah larangan pengusiran itu berakhir, ada jeda singkat. Mereka yang mendukung larangan itu mengatakan jumlah pengusiran sempat meningkat – meskipun jumlahnya tetap di bawah tingkat pra-pandemi – karena bantuan sewa rumah yang diberikan pemerintah federal dan bantuan lain, seperti kredit pajak anak-anak yang diperluas, dan bulan Desember ini akan berakhir.
Distribusi Bantuan Lambat
Sebagian dari meningkatnya jumlah pengusiran adalah karena menumpuknya kasus hukum terkait pengusiran di pengadilan-pengadilan. Tetapi, para aktivis mengatakan meningkatnya jumlah pengusiran juga menunjukkan bahwa di beberapa tempat, distribusi bantuan darurat pemerintah federal berjalan lambat dan perlindungan bagi warga yang menyewa rumah rendah. Naiknya harga rumah di pasar juga ikut menimbulkan dampak.
Menurut data terbaru dari Eviction Lab di Universitas Princeton, pengusiran dan penggusuran telah meningkat di sebagian besar dari 31 kota dan enam negara bagian di mana data itu dikumpulkan.
Baca Juga : Inilah Keppres Penetapan Berakhirnya Status Pandemi Covid-19 di Indonesia
Makin Banyak Warga Diusir
Jumlah orang yang diusir atau diminta keluar dari rumah atau apartemen yang disewa pada September naik 10,4 persen dibanding Agustus. Sementara pada bulan Oktober naik 38 persen dibanding Agustus dan 25 persen lebih tinggi dibanding September.
Jumlah warga yang dapat menyewa rumah turun sekitar 7 persen pada November dibanding Oktober, dan kini tetap sekitar 48 persen di bawah tingkat pra-pandemi.
Tempat-tempat di mana pengusiran kerap terjadi adalah di Connecticut, Houston di Texas, Indianapolis di Indiana, Cincinnati dan Columbus di Ohio. Sementara kenaikan jumlah orang yang dapat menyewa rumah terjadi di Tampa dan Gainesville di Florida.
Baca Juga : WHO Akhiri Status Darurat Kesehatan Global Covid-19
Sumber: VOA Indonesia