Senin, 22 November 2021 17:00
Editor : Alief Sappewali

RAKYATKU.COM,MAROS -- Senator asal Sulsel, Tamsil Linrung menggelar rapat dengar pendapat dengan masyarakat terkait isu amandemen kelima UUD yang sedang bergulir di MPR RI.

 

Kegiatan itu dilakukan di aula kantor Desa Pajukkukang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Minggu (22/11/2021).

Dalam RDP tersebut, hadir Muzayyin Arif selaku wakil ketua DPRD Sulsel; Dian Utami Mas Bakar, ahli hukum tata negara Unhas; dan Rahmat Hidayat SE, anggota DPRD Maros.

Baca Juga : Tamsil Linrung Kembali Daftar Balon DPD-RI di KPU Sulsel, Dokumen Dinyatakan Lengkap

Selaku ketua kelompok DPD, Tamsil Linrung menyampaikan pendapat masyarakat terkait yang menjadi rekomendasi MPR RI dalam masa bakti 2019-2024. Antara lain pokok-pokok haluan negara, penataan kewenangan MPR, penataan kewenangan DPD, dan sistem presidensial.

 

Kata Tamsil, dalam lembaran negara tinggi, DPR RI juga punya kekuatan dan fungsi yang sama dengan lembaga lain, tetapi kewenangan rendah menjadi kelemahan demokrasi.

"Saya tidak ingin (DPD) hanya ikut berdiskusi, ikut rapat, seperti LSM (lembaga swadaya masyarakat), tapi tidak memutuskan," tegas Tamsil.

Baca Juga : Muzayyin Arif Jadi Plt Ketua DPD PKS Maros

Mantan anggota DPR RI tiga periode mengungkapkan perlunya di DPR untuk mendorong penguatan DPD, mulai statusnya dibuat jelas. Perannya tidak perlu kewenangan semua seperti DPR. Tetapi kewenangan di UU terkait representasi penguatan daerah diberikan ke DPD.

Wakil Ketua DPRD Sulsel, Muzayyin Arif juga menegaskan di hadapan masyarakat bahwa fungsi dan peran DPD harus dimaksimalkan sebab perannya juga rill buat masyarakat.

"Secara prinsip, mendukung upaya amandemen UUD ini. Tentu dalam rangka perbaikan konsep bernegara, khususnya pada poin PPHN dan penguatan peran DPD, melalui penataan kewenangan DPD," ungkap Muzayyin.

Baca Juga : Tamsil Linrung Terpilih Jabat Wakil Ketua MPR RI

Selain itu, wacana terkait tiga periode presiden, wakil ketua DPRD Sulsel mengupayakan terus mendorong pengawalan para anggota MPR agar tidak ada penumpang gelap yang memanfaatkan ruang amandemen ini, seperti wacana tiga periode atau menambah masa jabatan presiden sampai 2027.

"Ini tentu merusak tatanan dan nilai demokrasi secara subtansial," tambahnya.