Jumat, 02 Juli 2021 10:08
Editor : Fathul Khair Akmal

RAKYATKU.COM - Perkawinan di usia dini marak terjadi. Ini ditengarai, karena orang tua masih kurang mendapat informasi terkait dampak negatif dari pernikahan dini. Sehingga perkawinan usia dini menjadi langkah yang dipilih oleh orang tua.

 

Menurut UU 1 tahun 1974 yang telah diperbarui menjadi UU 16 Tahun 2019 mengatur perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.

"Menganjurkan atau membiarkan perkawinan dini adalah bentuk kekerasan terhadap anak. Kalau ada orang tua yang mengizinkan anaknya menikah di usia dini, maka dapat dikatakan ia melakukan tindak kekerasan terhadap anak," kata Kepala KUA Lambandia Desa Aeere, H Haris dalam penyuluhan di Aula kantor Desa Ulundoro, Kec Aeere, Kab Koltim, yang digagas tim satgas Tentara Manunggal Masuk Desa Kamis (1/7/2021) .

Baca Juga : Perpisahan Satgas TMMD Kodim Polman, Warga Ongko Suguhkan Beragam Makanan Khas

Dengan adanya penyuluhan ini, diharapkan para orang tua lebih paham dampak negatif dari perkawinan dini. Sehingga orang tua bisa melakukan banyak hal yang positif terhadap anak mereka. Seperti menyekolahkan anak- anaknya hingga jenjang yang lebih tinggi.

 

"Penyebab pertama pernikahan dini adalah adanya ketimpangan status gender di masyarakat. Dimana masih adanya pandangan yang merendahkan posisi anak perempuan. Hal ini akan mengakibatkan seorang anak perempuan sulit menolak keinginan orang tuanya yang mendorong mereka menikah dengan laki-laki yang lebih tua," ujarnya.

Penyebab lainnya adalah, kurangnya pengetahuan tentang risiko kesehatan yang terjadi akibat perkawinan muda.

Baca Juga : Perintisan Jalan TMMD 116 Kodim 1402 Polman Capai 95 Persen

"Dampak negatif dari perkawinan dini, tingginya angka kematian ibu sehabis melahirkan, bayi prematur dan risiko terkena HIV/AIDS," ujarnya.

Ditambahkannya, anak yang berumur di bawah 21 tahun sebetulnya masih belum siap untuk menikah. Ketidaksiapan anak menikah dapat dilihat dari 5 aspek tumbuh kembang anak.

Yaitu Fisik. Fisik seorang anak pada usia remaja masih dalam proses berkembang. Kalau berhubungan seksual akan rentan terhadap berbagai penyakit, khususnya untuk perempuan.

Kognitif. Di usia anak dan remaja, wawasan belum terlalu luas. Kemampuan menghadapi dan menyelesaikan masalah belum berkembang matang. Apabila ada masalah dalam pernikahan, mereka cenderung kesulitan menyelesaikannya.

Baca Juga : Satgas TMMD Kodim Polman Hadirkan Penyuluhan Pertanian Bagi Warga Desa Ongko

Ketiga bahasa. Anak dan remaja tidak selalu bisa mengomunikasikan pikirannya dengan jelas. Hal ini dapat menjadi masalah besar dalam pernikahan.

"Sosial jika menikah di usia remaja. Kehidupan sosial anak akan cenderung terbatas dan kurang mendapatkan support dalam lingkungannya," jelasnya.

Terakhir emosional, katanya mosi remaja biasanya labil. Kalau mendapatkan masalah akan lebih mudah untuk depresi. Dan hal ini berisiko terhadap dirinya sebagai remaja, dan anak yang dilahirkan dalam pernikahan. Selain itu, dengan emosi yang labil, anak/remaja yang menikah lebih sering bertengkar. Sehingga pernikahannya tidak bahagia.