Rabu, 03 Februari 2021 17:30

Didukung Kementan, Petani Lampung Selatan Siap Jadi Pelopor Jagung Rendah Aflatoxin

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Didukung Kementan, Petani Lampung Selatan Siap Jadi Pelopor Jagung Rendah Aflatoxin

Dalam upaya mensukseskan kegiatan pengembangan JRA ini, Kementan telah menjalin kerja sama dengan Perkumpulan Produsen Pemurni Jagung Indonesia (P3JI) untuk penyediaan jagung rendah aflatoksin.

RAKATKU.COM -- Kebutuhan Jagung Rendah Aflatoxin (JRA) di Indonesia mencapai lebih dari satu juta ton setiap tahun.

Jagung dengan kualitas kandungan aflatoxin kurang dari 20 ppb seperti inilah yang telah memenuhi standar keamanan pangan untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan serta digunakan sebagai bahan baku industri pangan.

Hal ini tentu bukan menjadi halangan untuk memenuhi kebutuhan tersebut jika menilik bahwa Indonesia mampu memproduksi lebih dari 24 juta ton jagung setiap tahun. Kementerian Pertanian berkomitmen untuk menyediakan pasokan jagung rendah aflatoksin tersebut.

Baca Juga : Survei Terbaru Calon Gubernur Sulsel: Menteri Pertanian, Kabaharkam, Waketum Golkar Hingga Bupati Gowa Teratas

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo selalu mengingatkan pertanian tidak boleh hanya bertumpu pada kuantitas saja tapi juga kualitas yang baik. Dalam berbagai kesempatan ia menginginkan adanya komitmen penyediaan JRA untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Disebutkan Indah Sulistiorini, Koordinator Pemasaran dan Investasi Ditjen Tanaman Pangan Kementan, bahwa untuk menghasilkan jagung ini, memang ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah sebaiknya melakukan panen dengan melebihkan 10 hari dari umur maksimal jagung tersebut.

"Sebagai contoh jagung hibrida, rata-rata umur siap panen adalah 110 hari, maka untuk memperoleh jagung rendah aflatoxin panen lah jagung tersebut pada umur 120 hari," terangnya.

Baca Juga : Panen Jagung di Lokasi Food Estate Gunung Mas Memuaskan

Langkah kedua adalah melakukan penanganan panen yang baik dengan berbagai sarana yang tidak merusak biji jagung, karena apabila biji jagung sudah rusak, akan memudahkan penurunan mutu jagung yang dipanen.

Selanjutnya langkah ketiga adalah melakukan proses pasca panen dengan baik dan mempercepat proses pengeringan. Sebaiknya jagung yang sudah dipanen empat jam kemudian telah dipipil langsung dikeringkan dengan mesin pengering (dryer).

Dalam upaya mensukseskan kegiatan pengembangan JRA ini, Kementan telah menjalin kerja sama dengan Perkumpulan Produsen Pemurni Jagung Indonesia (P3JI) untuk penyediaan jagung rendah aflatoksin.

Baca Juga : Pupuk Indonesia Dukung Sulsel Menuju Swasembada Pangan 2024. Mentan: Manfaatkan Lahan Rawa

Salah satu perusahaan yang terlibat adalah PT Tereos FKS Indonesia yang telah berkomitmen menjalin kemitraan tersebut dan secara khusus akan bekerjasama dengan petani di Lampung Selatan.

Dengan adanya jalinan kerjasama petani jagung, unit pengering dan industri pengguna menjadikan prasyarat produksi jagung rendah aflatoksin dalam skala industri bisa berjalan baik.

Langkah selanjutnya Indah menyebut bahwa telah dilakukan sosialisasi kegiatan produksi kepada petani dan pelaku usaha lainnya yang terlibat, agar JRA sebagai salah satu produk jagung yang mempunyai harga premium bisa berhasil dikembangkan. Salah satunya di Lampung Selatan.

Baca Juga : Mantan Gubernur Sulsel Hadiri Pelantikan Andi Amran Sulaiman Jadi Menteri Pertanian RI

Adalah Kelompok Tani (Poktan) Tani Maju yang berada di Desa Margacatur Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan, mayoritas sebagai petani jagung. Uniknya, petani anggota kelompok ini rata-rata memanen jagung lebih tua dari wilayah sekitarnya.

“Hal inilah yang menjadi alasan dipilihnya Poktan Tani Maju sebagai pelopor produsen Jagung Rendah Aflatoxin (JRA) di Provinsi Lampung,” demikian seperti yang disampaikan Sri Wuryaningsih, kepala Seksi Pasca Panen dan Pemasaran Dinas Pertanian Lampung.

Luas pertanaman yang akan menjadi pelopor pertanaman JRA ini sebanyak 25 hektare. Sedangkan potensi wilayah pengembangan di sekitarnya seluas 5.000 hektare.

Baca Juga : Kolaborasi Mentan dan Pj Gubernur Sulsel Gerak Cepat Kendalikan Inflasi dan Dampak El Nino

“Berdasarkan riwayat produksi sebelumnya rata-rata produksi jagung per hektare sebanyak 5,6 ton pipilan kering, sehingga diharapkan dalam satu musim panen bisa menghasilkan sekitar 125 ton JRA,” ujar Sri.

Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi menyampaikan bahwa dengan adanya kebutuhan JRA secara nasional mencapai lebih dari satu juta ton setiap tahun akan menjadi peluang besar untuk petani dan pelaku usaha jagung di dalam negeri, untuk itu Kementerian Pertanian senantiasa terus mendukung upaya pengembanganya di lapangan dengan memberikan bantuan sarana dan prasana sebagai stimulus.

“Hal penting lain dari pengembangan JRA ini adalah tersedianya sarana alat mesin pasca panen, karena untuk memperoleh JRA diperlukan penanganan panen dan pasca panen yang cepat,” ujarnya.

Baca Juga : Kolaborasi Mentan dan Pj Gubernur Sulsel Gerak Cepat Kendalikan Inflasi dan Dampak El Nino

Untuk mendukung hal ini Kementan telah memberikan bantuan sarana panen dan pasca panen kepada kelompoktani pelopor seperti kelompok Tani Maju ini.

#kementan