RAKYATKU.COM - Gelombang panas ekstrem dan kekeringan yang berkepanjangan sejak bulan November 2019 lalu, membuat pemerintah Australia terpaksa melakukan hal yang cukup kejam. Membantai 10.000 unta.
Dampak dari kekeringan ini membuat semua pihak termasuk unta liar di Australia Selatan turut mencari sumber mata air. Namun, unta ini justru akan dibunuh untuk menghentikan mereka dari meminum air di wilayah yang dilanda kekeringan.
Australia mulai melakukan rencana untuk membantai ribuan unta liar sebagai upaya menyelamatkan warga dari bencana kekeringan. Mereka menganggap bahwa hewan ini dapat menghabiskan cadangan air. Selain itu, keberadaan unta liar ini juga dapat membahayakan masyarakat.
Baca Juga : Diduga Bunuh Diri, Santri di Sidrap Tinggalkan Surat
Helikopter yang berisi penembak jitu telah dikerahkan untuk menembaki unta-unta liar yang dianggap mengancam masyarakat. Dilansir dari The Pigeon Express via keepo.me, operasi ini berhasil membunuh lebih dari 5.000 ekor unta.
Para pemimpin Aborigin di negara bagian Australia Selatan mengatakan bahwa kawanan unta yang bukan hewan endemik Australia tersebut merangsek masuk ke pemukiman warga akibat kekeringan dan suhu panas yang mengakibatkan kelangkaan persediaan makanan dan air.
Sehingga unta-unta tersebut masuk dengan merusak infrastruktur dan membahayakan warga.
Baca Juga : Diduga Depresi, Gadis Cantik Asal Pangkep Akhiri Hidup dengan Melompat dari Menara Masjid
Pemushanan ini dimulai pada hari Rabu, 15 Januari 2020 hingga Minggu, 20 Januari 2020 di Anangu Pitjantjatjara Yankunytjatjara (APY) Lands.
“Kami menghargai pendapat para aktivis hak-hak hewan. Tetapi ada kesalahpahaman mengenai hewan non-pribumi ini. Kita berurusan dengan hama dan harus menjaga pasokan air untuk masyarakat. Kita harus menempatkan kehidupan semua orang baik itu anak muda, orangtua, flora, dan fauna asli Australia terlebih dahulu,” ujar general manager APY, Richard King, pada Selasa, 14 Januari 2020 lalu.
King juga mengatakan bahwa unta sering kali mati di lubang-lubang air. Akibatnya, sumber air tersebut tercemar dan tidak dapat digunakan oleh warga dan hewan lainnya.
Baca Juga : IRT di Makassar Gantung Diri di Besi Ayunan Anaknya
Terpaan suhu panas dan kering yang mencapai 41,9 derajat celcius juga menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menghanguskan lebih dari 10 juta hektar lahan di enam negara bagian Australia. Sebanyak 27 orang tewas, 1.000 rumah dan bangunan hangus terbakar, dan lebih dari satu miliar hewan terbunuh.
Pemerintah sendiri memperingatkan masyarakatnya agar tetap waspada karena krisis ini belum selesai. Ilmuwan mengatakan bahwa perubahan iklim juga memicu kebakaran yang lebih sering dan meluas.
Unta sendiri pertama kali diperkenalkan ke Australia pada tahun 1840-an untuk membantu eksplorasi benua Australia. Terhitung 20.000 unta telah dikirim dari India selama enam dekade. Benua ini sekarang dianggap memiliki populasi unta liar terbesar di dunia dengan perkiraan 1 juta ekor.
Baca Juga : Wali Kota Makassar Ingatkan Varian Baru Covid-19
Namun unta dianggap sebagai hama karena sering mengotori sumber mata air dan merusak tumbuh-tumbuhan. Populasi unta juga bertambah dua kali lipat setiap sembilan tahun jika pengendalian hama tidak dilakukan.