RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, membeberkan analisisnya terkait video viral rekaman suara Mohammad Ramdhan Pomanto alias Danny di media sosial yang sementara berproses hukum di kepolisian.
Menurut Refly, tiap percakapan harus dibagi atas ranah publik dan ranah privat. Percakapan yang dilakukan dalam rumah berarti bersifat pribadi dan itu adalah adalah hak tiap orang.
Terkait kasus Danny, orang yang bertanggung jawab terhadap bocornya percakapan pribadi adalah yang merekam dan memublikasikan. Sebab, kata Refly, menjadi hak setiap orang untuk melakukan analisis politik.
Baca Juga : Wali Kota Makassar Janji Alokasikan Rp1 Miliar Dana Hibah untuk Masjid Al-Markaz
"Kadang-kadang saya juga kalau bicara saya teman, ya, juga keras-keras juga. Bicara tentang presiden, wakil presiden, bahkan menggunakan kata-kata yang barang kali tidak pantas kalau kita publikasikan," kata Refly di kanal Youtube pribadinya yang tersebar di media sosial.
Persoalannya, kata Refly, bagaimana apabila seseorang bercerita lalu ada pihak yang merekam dan menyiarkan di media sosial sehingga menjadi pembicaraan publik?
"Kalau memang benar bahwa ini adalah percakapan privat yang direkam secara unlawful interception (penyadapan yang tidak sah), ya, maka harusnya Danny Pomanto tidak bersalah karena dia tidak maksudnya ini sebagai konsumsi publik yang bisa dianggap melanggar Undang-Undang ITE, melakukan fitnah, ujaran kebencian, provokasi, dan sebagainya," jelas Refly.
Baca Juga : Kolaborasi TPID Sulsel dan Makassar, Hadirkan MDC Cegah Inflasi di Momentum Nataru
Dengan begitu, lanjut dia, yang mesti dicari adalah orang yang merekam lalu menyebarluaskannya. "Yang harus dicari adalah orang yang merekam dan menyebarluaskan ini," ucapnya.
Refly melanjutkan, kasus yang terkait Danny konteksnya tentu terkait Pilkada Makassar 2020. "Konteksnya pasti pilkada karena kita tahu bahwa Danny Pomanto adalah salah seorang calon dalam pemilihan wali kota di Makassar," tuturnya.
Refly juga menyinggung gelaran Pilkada Makassar 2018 yang mana diketahui saat itu Danny didiskualifikasi jelang pencoblosan. Padahal, saat itu sang incumbent sangat diunggulkan memenangkan pertarungan.
Baca Juga : Aksi Bersih-Bersih Kanal, Wali Kota Makassar dan Dandim 1408 Turun Langsung
"Saya kira terlalu bodoh juga Danny kalau berbicara ini dimaksudkan untuk disebar ke publik. Karena sama saja gol bunuh diri," katanya.
Refly mengatakan, maksud orang yang menyebarkan video rekaman Danny, mungkin bermotif menjatuhkan reputasi Danny. Membenturkan Danny dengan JK, sehingga ada keuntungan yang bisa ditarik lawan Danny. "Itu analisisnya. Menurut saya masuk akal juga, kalau ranah privat," kata Refly.
Berbeda apabila pembicaraannya masuk ranah publik untuk disosialisasikan, sudah pasti salah. "Dalam kasus Danny Pomanto bukan dia merekam. Justru (Danny) jadi korban unlawful interception," jelasnya.
Baca Juga : PLN Temui Wali Kota Makassar, Minta Maaf Soal Pemadaman Bergilir
Menurut Refly, orang yang merekam perbincangan pribadi Danny yang sebenarnya melanggar. Diam-diam merekam. "Ya, penyadapan juga," kata Refly.
Itu karena dalam kasus ini, Danny tidak ada maksud untuk merekam atau menyediakan konten untuk dipublikasikan. "Jadi dalam konteks ini saya sepakat Danny adalah korban unlawful interception," katanya. "Tapi saya tidak mau ikut-ikut isinya," imbuhnya.
Sebelumnya beredar video berdurasi 1 menit 58 detik. Isinya wajah Danny dan suara yang diduga milik Danny. Dalam rekaman, terdengar suara mirip Danny melakukan analisis terkait penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Danny mengulas penangkapan ini dengan beberapa tokoh, seperti Jusuf Kalla, Novel Baswedan, dan Rizieq Shihab. (rls)