Sabtu, 24 Oktober 2020 09:02

Kisah Ibu Tiga Anak yang Hidup dengan Satu Ginjal; Sembuh dari Covid Sehari Usai Bersedekah

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Susi Satiwi Rudiati (kanan)
Susi Satiwi Rudiati (kanan)

Susi yang hidup dengan satu ginjal selama 23 tahun itu mengalami tensi tinggi hingga 156. Padahal biasanya 120 paling tinggi. Dirinya hanya bisa teriak-teriak di dalam kamar. Malam harinya, dirinya tak bisa tidur.

RAKYATKU.COM - Wabah virus corona yang terjadi sekarang bukan yang pertama. Sebelumnya sudah pernah terjadi. Namun, kali ini penularannya yang lebih cepat.

Penyebaran Covid-19 begitu cepat bergerak dan masif lantaran pola perjalanan global sangat kuat dibanding sepuluh tahun lalu.

Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Dr dr Dwi Agustian, MPH, PhD mengatakan, virus corona ini memang unik dan bukan yang pertama kali.

Baca Juga : Kasus Covid-19 Indonesia Meningkat Lagi, Kini Total 6.080.451

Berdasarkan sejarah, SARS Covid-19 pernah terjadi di Hong Kong tahun 2002-2003 yang lebih mengerikan dengan vatality rate mencapai 20 persen.

Hanya saja, kata Dwi, SARS CoV-2 sangat mudah tertular ditambah pola perjalanan global sangat kuat dibanding sepuluh tahun lalu. Rata-rata perjalanan penerbangan luar biasa berlipat-lipat dan itu menimbulkan kecepatan virus bergerak dari satu orang ke orang lain.

"Virus ini hanya bisa menimbulkan (sebaran yang sangat cepat) seperti ini di dunia modern pada saat teknologi bisa membuat orang berinteraksi dengan cepat. Dua puluh tahun lalu virus ini tidak bisa menimbulkan efek biologis secara cepat," papar Dr Dwi dalam talkshow "Titik Balik Penyintas Covid-19" di Media Center Satgas Penanganan Covid-19 Graha BNPB Jakarta, Jumat sore (23/10/2020).

Baca Juga : Aturan Mudik Lebaran: Wajib Pakai Masker Tiga Lapis, Dilarang Teleponan

Dr Dwi menambahkan, virus ini baru dan pengetahuan tentang Covid-19 masih terakumulasi untuk memberikan pemahaman yang pasti. Berdasarkan data statistik untuk pengembangan terakhir dari populasi umum paling tinggi 5 persen.

Dr Dwi mengungkapan di Bandung, Jawa Barat, ada populasi yang tak bergejala melakukan testing secara masif. Dari 100 orang hanya satu orang yang positif tanpa gejala. Artinya dengan kasus ini kita menunggu cukup waktu untuk mengumpulkan gejala-gejala dan risiko.

“Kita akan membahas lebih lanjut dan nantinya akan menjawab bagaimana karakteristik virus ini (Covid-19). Bukti-bukti ini dikumpulkan dan datanya dicatat dengan baik," jelas Dr Dwi.

Baca Juga : Satgas COVID-19: Buka Puasa Bersama Boleh, tetapi Jangan Mengobrol

Motivator Tung Desem Waringin, yang juga penyintas Covid-19, mengatakan dirinya menduga tertular Covid-19 saat perjalanan di pesawat terbang pada 15 Maret 2020.

Saat itu penumpang pesawat penuh dan yang menggunakan masker hanya penumpang yang sakit.

Tiga hari kemudian, pada 18 Maret 2020, Tung mengalami demam hebat di malam hari namun kembali normal pada pagi harinya. Kejadian itu terus berulang selama beberapa hari. Kemudian dirinya sempat tak bisa bernapas. Kemudian melakukan cek tes darah dan foto torax.

Baca Juga : Update COVID-19 Indonesia 21 Januari: Naik 2.604, Kasus Aktif 14.119

"Setelah itu saya 95 persen positif Covid-19. Pada saat itu swab test masih antre panjang dan lama. Tidak seperti sekarang," ujar Tung Desem Waringin (TDW) yang mengaku sempat tiga kali ditolak rumah sakit.

TDW menambahkan dirinya merasakan efek luar biasa dari mengonsumsi cukup air putih setiap harinya. Salah satunya adala pengambilan analisa gas darah (AGD) yang sebelumnya dua kali gagal menjadi lebih mudah.

"Mestinya, menurut saya, pasien Covid-19 diwajibkan minum air putih selama perawatan," ungkap TDW seperti dikutip dari laman resmi Satgas Penanganan Covid-19.

Baca Juga : Total Kasus Positif COVID-19 Indonesia Capai 4.261.759

Penyintas Covid-19 Susi Satiwi Rudiati mengatakan, dirinya sama sekali tidak mengalami gejala seperti pasien lainnya. Ia hanya merasakan sakit kepala luar biasa yang tak pernah dirasakan sebelumnya.

Susi yang hidup dengan satu ginjal selama 23 tahun itu mengalami tensi tinggi hingga 156. Padahal biasanya 120 paling tinggi. Dirinya hanya bisa teriak-teriak di dalam kamar. Malam harinya, dirinya tak bisa tidur.

"Saya sudah berpikir ini hari terakhir (dalam hidup saya). Tapi saya seperti mendapatkan mukjizat setelah berbagi rezeki dengan seorang petugas cleaning service. Esok harinya perbuatan baik saya berbagi kepada orang lain seolah langsung dijawab oleh Tuhan. Badan saya terasa segar dan tak lama kemudian saya dinyatakan sembuh dari Covid-19," ungkap Susi yang sempat dirawat di sebuah rumah sakit di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, selama beberapa hari.

Baca Juga : Total Kasus Positif COVID-19 Indonesia Capai 4.261.759

Susi, suaminya, tiga anaknya, dan tujuh orang kerabatnya terinfeksi Covid-19 setelah kumpul pada saat lebaran hari raya Idulfitri lalu.

#Satgas Covid-19