Jumat, 20 Maret 2020 17:16

Curhat Dokter di Makassar Tangani Covid-19: Mana APD yang Diklaim Disiapkan Pemerintah?

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Baju hazmat.
Baju hazmat.

Seorang dokter di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, mengunggah sebuah video di media sosial terkait kurangnya alat pelindung diri (ADP)

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Seorang dokter di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, mengunggah sebuah video di media sosial terkait kurangnya alat pelindung diri (ADP) yang dimiliki oleh sejumlah rumah sakit di Makassar, dalam menangani pasien virus corona atau Covid-19.

Dalam video yang berdurasi 25 detik tersebut, dokter yang memakai baju hijau hijau serta penutup kepala yang masih melekat di kepalanya, curhat terkait bahayanya tidak memakai ADP saat menangani pasien dalam pemantauan (PDP) Covid-19.

Dalam video tersebut, dia mengatakan di Sulsel sudah ada pasien yang PDP Covid-19, dan harus segera ditangani namun ADP sangat minim. Dia pun tidak ingin mengambil risiko dengan tetap menangani pasien tersebut tanpa memakai ADP. 

"Ini sudah ada pasien PDP ini. Ada yang mau dioperasi. Adami juga yang di UGD. Mana itu APD-nya? Bawa ke sini cepat. Kami ini mau kerja, tapi kami juga tidak mau mati konyol. Kalau kami kerja ini orang itu, artinya kami bunuh diri," curhat sang dokter dalam video tersebut. 

Belakangan diketahui dokter dalam dalam video tersebut adalah salah satu dokter yang bekerja di sebuah rumah sakit di Kota Makassar, namanya Hisbullah. 

Saat dihubungi, dia membenarkan memang rumah sakit yang dia tempati bekerja memang kekurangan APD. Katanya, APD yang sangat langka saat ini di rumah sakit yaitu baju yang biasa disebut  hazmat yang sangat dibutuhkan. 

"Itu yang kayak astronaut (hazmat). Nah itu yang masih langkah di setiap rumah sakit. Masker khusus dipakai tim medik juga masih langka. Jadi di tempat saya di rumah sakit ini, masih langka itu barang. Jadi kita beli yang kayak jas hujan saja dulu sementara," ucap Hisbullah. 

Hisbullah mengaku, saat ini dia bakal melakukan operasi PDP. Mengantisipasi penularan wabah Covid-19 dari pasien yang ditangani, dia terpaksa menggunakan APD seadanya. "PDP itu kan kita tidak tahu juga apakah sudah positif apa tidak. Karena itu kan pemeriksaan positif itu kan lama," aku Hisbullah. 

Menurut Hisbullah, tidak hanya di rumah sakit tempat dia bekerja APD seperti itu langka, di  beberapa rumah sakit lainnya juga  mengalami kondisi yang sama.

Hisbullah pun mempertanyakan dengan tegas terkait keberadaan APD yang sebelumnya diklaim oleh pemerintah telah disiapkan. Sebab, yang dialami di lapangan atau kenyataan sebenarnya di rumah sakit masih sangat langka. 

"Saya tidak mengerti, siapa yang bertanggung jawab mengadakan itu barang. Apakah dinas, atau pemerintah pusat atau BNPB, kita juga tidak tahu," tuturnya.

Dia menambahkan, saat ini pihaknya akan melakukan operasi terhadap beberapa pasien yang masuk dalam PDP. Namun, dia tidak bisa melanjutkan operasi apabila tidak memakai APD yang lengkap. 

Sebab, kata dia, konsekuensi yang harus diterima tim medis jika menangani PDP tanpa APD lengkap dan standar akan berdampak terhadap diri mereka yang berakhir dirumahkan atau dikarantina. 

"Maka kami semua ini yang tangani akan menjadi orang dalam pemantauan (ODP). Kalau kayak saya menjadi ODP, artinya berapa banyak orang yang harus dirumahkan. Habis ini tenaga medik, siapa yang tangani pasien?" tutupnya.