Jumat, 14 Februari 2020 05:00

Hakim Perempuan Pertama Malaysia Tangani Kasus Poligami: Tentu Saja Bikin Hati Saya Hancur

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Nenney Shushaidah. (Foto: ABC News)
Nenney Shushaidah. (Foto: ABC News)

Adalah kemudian salah satu tugas Nenney Shushaidah, hakim perempuan pertama di Mahkamah Syariah di Malaysia untuk meyakinkan perempuan yang tertekan

RAKYATKU.COM - Di Malaysia, menurut hukum seorang pria boleh memiliki sampai empat istri. Tugas hakim perempuan pertama di Mahkamah Syariah negara itu, Nenney Sushaidah, adalah memastikan hukum yang ada juga melindungi mereka yang mungkin akan dirugikan karenanya.

Setiap tahun tercatat 1.000 pria menghadap pengadilan untuk memohon izin menikah lagi.

Dalam prosesnya, para istri yang keberatan suami mereka menikah lagi boleh mengajukan kasus mereka ke pengadilan.

Adalah kemudian salah satu tugas Nenney Shushaidah, hakim perempuan pertama di Mahkamah Syariah di Malaysia untuk meyakinkan perempuan yang tertekan dan enggan melakukan praktek poligami untuk mengubah pikiran mereka.

Tugas tersebut sebagai Hakim Mahkamah Syariah harus tetap dilakukannya walaupun dia bisa memahami kehancuran hati para istri tersebut di pengadilan.

Kepada ABC News, Hakim Nenney menjelaskan hal-hal apa saja yang akhirnya mendorong hakim untuk mengizinkan pernikahan kedua.

Dia mengatakan pernikahan poligami boleh dilakukan bila istri pertama dalam kondisi sakit-sakitan atau mandul.

Pernikahan juga lazim dilakukan apabila dorongan seks dari sang suami lebih tinggi daripada istri.

Selain itu, harus ada kepastian, suami dapat menafkahi kedua keluarga setelah menikah.

Lain dari hakim pada umumnya, Hakim Nenney selalu ingin mendengar tanggapan dari istri pertama ketika pasangan suami istri menghadap pengadilan.

"Saya akan bertanya kepada istri pertama, 'Apakah Anda menerima dengan sepenuh hati atau dipaksa?'" kata dia.

Hakim tersebut mengatakan dapat membaca jawabannya dari raut wajah sang istri. "Kalau istri pertama tersenyum, artinya dia setuju," kata dia.

"Tapi kalau dia terlihat mau menangis, dengan hati-hati, saya akan bertanya kepadanya mengapa tidak mau [menikah poligami]."

Melindungi hak perempuan
Survei membuktikan, beberapa istri tidak mau berbagi suami dengan perempuan lain.

Menurut survei dari kelompok feminis Sisters in Islam (Saudari Perempuan dalam Islam), 70 persen perempuan di Malaysia setuju bahwa pria Muslim untuk menikah lagi.

Namun dengan syarat, para suami itu harus bisa adil terhadap istri-istrinya.

Menanggapi data dari kelompok feminis tersebut, Hakim Nenney mengatakan bahwa keputusan terakhir tetap ada di tangan Majelis Agama Islam .

Pengadilan tinggi Malaysia tersebut berhak untuk menentukan bagaimana pengadilan menerapkan dan mengartikan hukum Islam.

Alasan pemenuhan hak sebagai ibu dan istri menjadi salah satu cara untuk meyakinkan istri pertama tentang pernikahan poligami tersebut.

"Saya mengatakan pada mereka, 'Hatimu akan hancur, tapi hanya lewat jalan ini hak-hakmu dapat terpenuhi," kata dia.

"Keperluan hidupmu, hak-hak anakmu dan warisanmu."

Hakim Nenney pun mengingatkan para istri ini bahwa bila mereka tidak memberi izin, sang suami bisa tetap menikah di negara lain.

"Lebih baik kalau suami memilih untuk ikut jalur pengadilan di Malaysia, daripada kalau sampai mereka menikah di Thailand, Singapura atau Indonesia."

Menurutnya, belum tentu negara-negara tetangga ini menerapkan hukum yang menjamin hak istri seperti pengadilan di Malaysia.

Dari pengalamannya menangani hal ini sejak tahun 2016, Hakim Nenney mengatakan 90 persen istri pertama mengizinkan suaminya untuk menikah kedua kalinya.

Sedangkan dari 10 persen kasus yang ditolak pengadilan, 60 persennya adalah karena suami tidak dapat menafkahi dua keluarga.

"Saya akan pertimbangkan"

Hakim Nenney menjawab pertanyaan ABC seandainya suaminya harus menikah lagi dengan anggukan kepala.

Kepada pertanyaan tersebut, sang hakim mengatakan ia tentunya akan memiliki perasaan yang sama seperti perempuan-perempuan yang ia temui di ruang pengadilan.

"Sebagai perempuan, tentu saja hal tersebut akan menghancurkan hati saya."

Ia juga mengatakan bahwa dirinya akan bertanya-tanya, 'Mengapa dirinya saja tidak cukup' dan takut menghadapi masa depan.

"[Seandainya suami saya menikah lagi], dia tidak akan mencintai kamu seperti dulu."

Namun, sebagaimana ia meyakinkan para istri di ruang pengadilan, ia tetap akan mempertimbangkan faktor hak untuk ia dan anaknya yang akan dijamin oleh pengadilan.

"Pengadilan peduli kepada hak [perempuan] setelah pernikahan kedua." katanya.

Sumber: ABC Indonesia