Sabtu, 14 Desember 2019 06:00

Mengapa Palestina Wajib Dibela

Adil Patawai Anar
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Mengapa Palestina Wajib Dibela

Mengapa Palestina Wajib Dibela

RAKYATKU.COM - Bangsa Palestina telah lama mengalami bentuk penjajahan dan penindasan dari Israel. Penjajahan itu bahkan nampak vulgar hingga berlangsungnya zaman modern seperti saat ini.

Sebelum membahas lebih jauh tentang perjuangan hak asasi manusia (HAM) bagi warga Palestina, status Palestina sebagai sebuah bangsa perlu dijabarkan lebih detail. Dalam berbagai literatur diketahui, munculnya Palestina berangkat dari Daulah Islamiyah di bawah Turki Utsmani yang di dalamnya kalangan Israel masih diperbolehkan tinggal di sana.

Namun pada 1917, Palestina dikuasai oleh Inggris dan berangsur-angsur wilayahnya dicaplok secara tidak adil oleh Israel. Jauh sebelumnya, berdasarkan buku Konflik Israel-Palestina karya Mohd Roslan, pada 1897 berdiri organisasi Zionis Dunia dengan agenda utama pendirian bangsa Israel di atas tanah Palestina.

Dalam melancarkan misinya, Zionis mengagendakan empat hal prioritas, yakni melakukan promosi tentang penjajahan Palestina melalui sistem pertanian dan pekerja industri, mewujudkan organisasi dan kerja sama dengan tentara ‘Yahudi’ dengan cara menguasai institusi, menguatkan dan meningkatkan kesadaran sentimen dengan menjadikan agama Yahudi modus perjuangan, dan melakukan ketersediaan terselenggaranya negara Zionis Israel.

Zionis Israel berdalih ingin menguasai Palestina lantaran memiliki ikatan sejarah yang kuat dari tanah tersebut. Mereka percaya—atau alasan saja—tanah Palestina telah dititahkan Tuhan untuk mereka.

Namun sesungguhnya, menurut penulis buku Palestine and International Law Cattan Henry, dia pernah menulis dalam undang-undang bangsa tidak dikenal istilah kedekatan sejarah lama untuk dijadikan landasan mendirikan suatu negara. Artinya, misi Zionis Israel sedari awal telah cacat hukum kebangsaan.

Lebih cacat lagi adalah proses perebutan wilayah oleh Israel itu dilakukan dengan brutal. Pada peristiwa Deir Yasin di 1948, Israel membunuh membabi buta penduduk Palestina yang tidak bersalah.

Para tentara Israel membunuh  dan menyiksa seluruh kaum Palestina, baik laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak. Hal ini diperparah dengan terjadinya perang yang berlangsung selama enam hari pada Juni 1967. Dari perang ini, Yerusalem Timur dicaplok Israel dan Masjid Al-Aqsha serta Baitul Maqdis dikuasai dengan manipulasi politik dan perundang-undangan.

Dari sanalah kemudian pemberangusan etnis dan kebangsaan Palestina digencarkan Israel. Yang paling parah, pada 21 Agustus 1969 Masjid Al-Aqsha dibakar Israel. Sejumlah manuskrip serta peninggalan sejarah masjid ludes terbakar.

Hal ini kemudian semakin menimbulkan semangat perjuangan bangsa Palestina, yang apabila diukur dalam segi kekuatan fisik jauh lebih lemah dibanding Israel dan para sekutunya. Kendati demikian, gerakan ini justru melahirkan sebuah gerakan besar pada 1980 dari Palestina untuk membebaskan diri dari penjajahan. Gerakan ini dikenal dengan nama Intifadah I yang berlangsung hingga 1993.

Dalam buku Palestina: Sejarah, Perkembangan, dan Konspirasi karya Muhammad Shaleh Muhsin, gerakan-gerakan perjuangan Palestina juga memunculkan organisasi perjuangan seperti Hamas, Fatah, Palestine Liberation Organisation (PLO). Dalam perjuangannya, bangsa Palestina kerap kali menggaungkan pentingnya Masjid Al-Aqsha bagi umat Muslim di dunia. Simbol kesucian agama ini menjadi semangat melawan kezaliman Israel.

Meski negara-negara di dunia kerap menggaungkan keras-keras tentang HAM, kemerdekaan, serta kebebasan hidup, nyatanya untuk beberapa negara tertentu hal itu hanya menjadi jargon semata. Penjajahan secara vulgar yang dilakukan Israel terhadap Palestina hingga hari ini seolah tak dilihat oleh dunia.

Tak terhitung ratusan bom, rudal, tembakan peluru tentara Israel yang menyasar ke masyarakat Palestina. Tak sedikit dari peluru-peluru itu yang menewaskan anak-anak dan perempuan.

Isu penjajahan Palestina bahkan dianggap kurang seksi dibandingkan kontroversi Presiden Donald Trump ataupun isu perceraian selebritas dunia. Meski begitu, terdapat para tokoh dunia yang bersuara tentang perjuangan bangsa Palestina dalam melawan Israel. Para tokoh ini bukan hanya berasal dari kalangan Muslim, tapi juga non-Muslim seperti pesepak bola dunia Cristiano Ronaldo yang beragama Nasrani dan musisi Yahudi Israel Gilad Atzmon.

Sumber: Republika