Kamis, 05 Desember 2019 11:30

Ditelanjangi lalu Disuruh Nungging, Yuli: Saya Syok dan Depresi

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Yuli (jilbab ungu)
Yuli (jilbab ungu)

Perempuan berkaca mata itu masih emosi. Rasanya mau menangis mengingat perlakuan petugas Imigrasi Kowloon Bay, Hong Kong.

RAKYATKU.COM - Perempuan berjilbab dan berkaca mata itu masih emosi. Rasanya mau menangis mengingat perlakuan petugas Imigrasi Kowloon Bay, Hong Kong.

"Saya depresi selama satu minggu. Saya seperti kehilangan memori," tutur Yuli Arista, seperti dikutip dari ABC.

"Seminggu pertama saya di sana saya enggak bisa mengingat. Jadi saya susah banget untuk mengingat, gara-gara waktu itu saya benar-benar sangat emosi," lanjut dia.

"Saya harus bugil, nungging. Itu adalah pengalaman pertama saya, jadi ada perasaan tidak terima. Jangankan begitu, mandi kelihatan orang saja saya enggak bisa. Memang enggak bisa seperti itu, keluarga saya aja enggak pernah melihat saya tanpa busana, jadi saya merasa ada sesuatu yang diambil dari saya," katanya.

"Itu yang membuat saya syok, antara marah, sedih, enggak terima. Jadi sempat depresi seminggu dan enggak ingat ngapain aja waktu itu," tambah Yuli.

Yuli adalah pekerja migran di Hong Kong. Dia dideportasi pada 2 Desember 2019.

Sebelum dipulangkan, pada akhir September lalu, perempuan 38 tahun itu ditangkap oleh petugas Imigrasi Kowloon Bay, Hong Kong. Dia ditangkat di rumah majikannya dengan dugaan pelanggaran izin tinggal di wilayah itu.

Ia sempat ditahan. Namun dipulangkan saat tengah malam di hari yang sama dengan jaminan 500 dolar Hong Kong atau sekitar Rp900 ribu.

Yuli mengakui kesalahannya. Visa kerjanya memang hanya berlaku sampai 27 Juli 2019. Tapi di lain pihak, ia mengatakan dirinya memiliki kontrak kerja di Hong Kong yang berlaku dari tanggal 12 Januari 2019 hingga 12 Januari 2021.

Dalam kronologi yang disusunnya, Yuli menyebut ia menjalani persidangan sejak akhir September itu dan pada 4 November 2019, ia dinyatakan bersalah karena melanggar izin tinggal dan dikenakan hukuman wajib berkelakukan baik dan tidak melanggar hukum selama 12 bulan.

TKI asal Jember ini lantas mengurus dokumen untuk pengajuan visa, namun ternyata petugas kantor Imigrasi Kawloon Bay menyampaikan bahwa kasus Yuli sudah diserahkan ke kantor Castle Peak Bay Immigration Centre (CIC).

Malangnya, saat berada di CIC, Yuli justru dinyatakan harus ditahan di Ma Tau Kok Detention Centre dan dibawa kembali ke CIC keesokan harinya.

Meski sang majikan menginginkannya kembali ke Hong Kong, namun ia masih ragu untuk kembali menjadi pekerja migran.

AJI Surabaya Mengecam

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya mengecam keras deportasi yang dilakukan pemerintah Hong Kong terhadap Yuli. 

Penahanan yang kemudian berujung deportasi ini diduga dilakukan pemerintah Hong Kong karena aktivitas jurnalistik yang dilakukan Yuli. 

Perempuan yang sudah 10 tahun menjadi buruh migran di Hong Kong itu memang rutin melakukan reportase, baik tulisan maupun foto langsung dari titik demonstrasi.

Informasi-informasi yang disampaikan Yuli sangat bermanfaat bagi semua orang yang ingin mendapatkan informasi terkeit apa yang sebenarnya terjadi di Hong Kong. Yuli menyajikan informasi dari narasumber yang ada di lokasi ketimbang hanya informasi dan peringatan normatif yang diberikan perwakilan Indonesia dalam hal ini KJRI Hong Kong. 

Aktivitas jurnalisme warga yang dilakukan Yuli dianggap berbahaya oleh otoritas Hong Kong. Yuli menyajikan semua informasi yang didapatnya melalui media alternatif bernama Migran Pos yang digagasnya bersama sejumlah pekerja migran.  

"Yang dialami Yuli menjadi bukti semakin buruknya kebebasan berekspresi di era demokrasi. Sebelum membuat media sendiri, Yuli tercatat sebagai kontributor Suara, media lokal berbahasa Indonesia di Hongkong," ujar Miftah Faridl, ketua AJI Surabaya.

Menurut Yuli, masalah izin tinggal sebenarnya bersifat adiminstratif dan bisa diselesaikan dengan pengajuan izin. Apalagi, majikannya juga melakukan pembelaan. Namun, pihak berwenang malah menjebloskannya ke tahanan. 

"Saya diperlakukan seperti kriminal. Mereka melanggar aturan yang mereka buat sendiri," ujar Yuli.

Sebelumnya, polisi Hong Kong juga menembak mata jurnalis Indonesia, Veby Mega Indah. Veby dilaporkan buta setelah terkena peluru karet dari polisi Hong Kong.