Minggu, 10 November 2019 15:56

MUI: Salam Pembuka Pejabat untuk Semua Agama Bisa Mengundang Murka Allah

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Sekjen MUI Pusat, Dr Anwar Abbas
Sekjen MUI Pusat, Dr Anwar Abbas

Salam pembuka pejabat untuk semua agama sudah lazim di Indonesia. Tak disangka, ternyata itu bisa mengundang murka Allah Ta'ala, khususnya kepada kaum muslimin.

RAKYATKU.COM - Salam pembuka pejabat untuk semua agama sudah lazim di Indonesia. Tak disangka, ternyata itu bisa mengundang murka Allah Ta'ala, khususnya kepada kaum muslimin.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Dr  Anwar Abbas menjelaskan, dalam Islam, setiap doa mengandung dimensi teologis dan ibadah. 

Umat Islam hanya diperbolehkan berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah. Berdoa kepada Tuhan dari agama lain tidak dibenarkan.

"Kalau ada orang Islam dan orang yang beriman kepada Allah berdoa dan meminta pertolongan kepada selain Allah subhanahu wata'ala, maka murka Tuhan pasti akan menimpa diri mereka," kata Anwar Abbas seperti dikutip dari Detikcom, Minggu (10/11/2019).

Apalagi, kata dia, UUD 1945 pasal 29 ayat telah menjamin kita untuk beribadah dan berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut setiap warga.

Anwar mendukung fatwa dari MUI Jatim yang memberi tuntunan tentang salam pembuka para pejabat di forum-forum resmi. Fatwa tersebut menjadi jawaban atas kebingungan kalangan umat Islam selama ini.

Bagaimana dengan toleransi antarumat beragama? Anwar mengatakan, tidak harus dalam bentuk ucapan salam semua agama. Masing-masing pemeluk agama cukup mengucapkan salam sesuai ajaran agama masing-masing.

Sebelumnya, MUI Jawa Timur mengimbau para pejabat tak memakai salam pembuka semua agama saat sambutan resmi. Imbauan ini terlampir dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang diteken Ketua MUI Jatim, KH Abdusshomad Buchori.

Kiai Somad, sapaan akrabnya, membenarkan surat imbauan ini. Hal ini merupakan salah satu hasil dari Rakernas MUI di Nusa Tenggara Barat beberapa waktu lalu.

Menurut Kiai Somad, beribadah dalam suatu agama tidak boleh dicampuradukkan karena setiap agama memiliki sistem ibadah sendiri-sendiri.

"Kalau menggunakan salam campuran, itu mencampuradukkan agama, jadi pluralisme agama itu tidak boleh. Agama punya sistem ibadah sendiri-sendiri," urai dia.

"Ibadah ndak bisa dicampur aduk. Jangan salah kaprah mengadakan doa bersama. Semua doa diamini oleh semua agama. Itu rusak nanti keyakinan agama," lanjutnya.

Kerukuran dan toleransi, lanjutnya, bukan dalam keyakinan beragama. Namun, pada aspek sosial.

Dia mencontohkan, kalau ada yang kebanjiran atau terkena gempa, maka kita harus tolong menolong. Tidak usah tanya apa agamanya. 

"Kalau ada kecelakaan kita tolong, ndak usah tanya agama. Jadi kami ini perlu meluruskan yang begini ini," ujar Kiai Somad.