Kamis, 31 Oktober 2019 13:41

Dari Soal Seragam Sampai Gunting Bibir, Akademisi Soroti Isu Pendidikan di Makassar

Andi Chaerul Fadli
Konten Redaksi Rakyatku.Com
ilustrasi.int
ilustrasi.int

Dinas Pendidikan Kota Makassar menjadi sorotan pasca-sejumlah isu berputar di beberapa sekolah di Makassar. Beberapa di antaranya isu kasus seragam dan kekerasan terhadap siswa.

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Dinas Pendidikan Kota Makassar menjadi sorotan pasca-sejumlah isu berputar di beberapa sekolah di Makassar. Beberapa di antaranya isu kasus seragam dan kekerasan terhadap siswa.

Sejumlah akademisi menyayangkan hal tersebut. Salah satunya dosen Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Hasnan Hasbi. 

Dia menilai tenaga pendidik, baik guru maupun dosen, mestinya menyajikan metode-metode pembelajaran yang meningkatkan mutu anak didik.

"Tugas kita sebagai tenaga pendidik harus berupaya memberikan pembelajaran yang lebih baik. Sehingga setelah selesai sekolah atau kuliah ilmu yang mereka miliki akan bertambah," ungkap Hasnan, Kamis (31/10/2019).

Menurutnya, mendidik tidak semestinya mempersoalkan masalah pakaian. Yang terpenting, kata dia, mengisi otak peserta didik dengan ilmu yang akan bermanfaat nantinya.

"Seperti di Gowa. Pernah membuat imbauan bahwa tidak masalah seragamnya, yang mau dididik itu manusianya bukan pakaiannya. Otaknya yang ingin belajar bukan pakaiannya. Almarhum Pak Ichsan YL pernah bilang begitu saat dia masih jadi bupati Gowa," jelas dia.

Sementara itu, M Ridwan yang merupakan dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Bosowa menyoroti perihal kekerasan.

"Bisa saja ini akan menjadi simbolik kekerasan. gunting yang biasanya dipakai untuk memotong baju, celana, atau rambut sudah berfungsi lain. Sehingga gunting sudah bisa digunakan mengunting bibir siswa. Tapi saya berharap ini tak benar adanya," kata Ridwan. 

Ridwan pun menjelaskan, kepala sekolah sebagai orang yang paling bertanggung jawab di sekolah diharapkan menjadi pelindung.

"Kita berada di negara hukum, sebesar apapun kesalahan anak, seorang kepala sekolah harus melindungi, menjadi panutan bagi anak didiknya bukan menjadi pembunuh karakter siswa," kata alumnus S2 Universitas Muhammadiyah Makassar ini.

Mahasiswa S3 di salah satu perguruan tinggi di Malang itu pun menyayangkan adanya siswi yang sempat absen sekolah lantaran tak mampu membayar seragam sekolah.

"Sebagai akademisi saya tidak sepakat ketika dunia pendidikan di jaman millenial selalu dikaitkan dengan biaya. Apalagi dengan seragam pakaian menjadi tolok ukur untuk kemajuan anak-anak yang notabenenya keluarga yang tak mampu. Seharus pihak sekolah punya data yang valid agar bisa mendapatkan beasiswa," tambahnya.