Rabu, 09 Oktober 2019 17:46

DP3A Sulsel Kembangkan Model Percontohan Desa Bebas Pornografi dan Bebas Pekerja Anak

Al Khoriah Etiek Nugraha
Konten Redaksi Rakyatku.Com
DP3A Sulsel Kembangkan Model Percontohan Desa Bebas Pornografi dan Bebas Pekerja Anak

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulsel menggelar pertemuan Pengembangan model percontohan desa Bebas pornografi dan Bebas Pekerja Anak.

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulsel menggelar pertemuan Pengembangan model percontohan desa Bebas pornografi dan Bebas Pekerja Anak.

 Kegiatan yang berlangsung selama 2 hari pada 9-10 Oktober 2019 tersebut, dilaksanakan di Hotel Trafeler Phinisi Makassar. 

Sekretaris DP3A Sulsel, Askari mengatakan, pekerja anak adalah sebuah istilah untuk mempekerjakan anak kecil yang masih di bawah umur. 

"Istilah Pekerja anak dapat memiliki konotasi pengekploitasian anak kecil atas tenaga mereka, dengan gaji yang kecil atau pertimbangan bagi perkembangan kepribadian mereka, keamanannya, kesehatan dan prospek masa depan," tuturnya, Rabu (9/10/2019).

Dia menyampaikan pentingnya perlindungan  terhadap pekerja  anak, karena ada UU Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003, tentang defenisi anak adalah penduduk yang berumur dibawah 18 tahun.

 Terdapat Pada pasal 28B ayat 2 UUD RI tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, (memberikan landasan yang kuat bagi seluruh anak Indonesia untuk mendapatkan perlindungan secara khusus dari negara, karena anak merupakan individu yang belum matang secara fisik, mental maupun social dan lebih beresiko terhadap pengaruh negative dari lingkungannya).

Juga dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sebagai harapan bangsa, anak memiliki potensi yang cukup besar dalam menjaga eksistensi dan kelestarian suatu bangsa, oleh karena itu anak perlu dilindungi dan dijaga dari segala ancaman yang dapat menghambat tumbuh kembangnya

Berdasarakan hasil survey Angkatan Kerja Nasional (Sarkernas) memperlihatkan, tingkat partisipasi anak dipasar kerja masih cukup tinggi. pada tahun 204, jumlha anak berumur 10-17 tahun yang secara ekonomi aktif bekerja mencakup 2,77% dari jmh total penduduk 10-17 tahun. Mereka aktif bekerja membantu keluarga ketika anak-anak.


Juga hasil survey pekerja anak yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama Organisasi Buruh International (ILO) pada tahun 2009 menunjukkan, jmh penduduk berumumr 5-12 tahun yang bekerja mencapai 674,3 ribu jiwa atau mencakup sekitar 16,64% dari total pekerja anak.


Serta hasil survey pekerja Anak 2009 juga memperlihatkan bahwa 65,5% pekerja anak merupakan pekerja keluarga tidak dibayar (Unpaid Family Worker).

"Penyebab terjadinya eksploitasi terhadap anak pada dasarnya tidak terlepas dari alasan ekonomi keluarga. Tidak bisa dipungkiri kondisi serba kekurangan dan tekanan ekonomi yang dihadapi keluarga seringkali merupakan penyebab utama sehingga anak dipaksa bekerja," ungkapnya. 

Menurutnya, dari hasil evaluasi KLA 2019, tidak ada data terkait pekerja anak yang di masukkan di evaluas KLA ( semua kab/kota).Hal ini Kata dia, salah satu penyebabnya adalah belum berjalannya koordinasi sampai ke tingkat desa untuk melakukan pendataan terkait pekerja anak dan juga belum adanya indiktor yang jelas seperti  yang dikatakan pekerja anak.

"Saya yakin semua kab/kota mempunyai kasus pekerja anak hanya tidak tercatat, Ini juga yang saya perlu tekankan kepada bapak/ibu sekalian kab/kota, base line data itu sangat penting dalam melakukan suatu tindakan sehingga saya berharap kedepan tolong diperhatikan data-data terkait anak, terutama yang termuat dalam 24 indikator pada Evaluasi Kabupaten/Kota Layak Anak termasuk Pekerja Anak," Ujarnya.

"Kita bisa lihat data anak yang berhadapan hokum (ABH) di Lapas Kelas II MAros dan LPKA Pare-pare, mayoritas mereka menjadi Anak Berhadapan Hukum karena kasus Asusila, Pemerkosaan, Pembunuhan, pencurian . Bisa dibayangkan anak-anak kita terjerat Hukum, sementara mereka sama sekali tidak mengetahui  kalau pekerjaan tersebut akan membawa mereka menjadi anak yang berhadapan dengan hukum," tambanhya.

Perlindungan  terhadap  anak adalah tanggung jawabeluruh komponen masyarakat, seperti Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, Orang Tua,serta semua orang. 

Olehnya itu kata dia, Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas PPPA,  akan membuat model Desa/Kelurahaan Bebas Pornografi dan Pekerja Anak. Pada pertemuan tersebut, pihaknya akan fokus berbicara terkait Pengembangan Model desa bebas pekerja anak, di mulai dari tingkat paling bawa desa/kelurahan.

"Diharapkan dengan adanya model Desa/Kelurahan Bebas Pekerja anak nantinya akan dapat menjadi contoh untuk direplikasi ke desa/kelurahan lainnya. Sehingga tujuan akhirnya adalah semua desa/kelurahan bebas dari pekerjaan terburuk bagi anak-anak yang tentunya berdampak pada  kecamatan, kabupaten dan provinsi bebas pekerja anak.

"Secara bertahap kita akan berbuat yang terbaik buat anak-anak kita. Khususnya anak2 sulawesi Selatan,  semoga pertemuan ini  membuahkan  kesepakatan untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak kita khususnya bagaimana merancang model desa bebas pekerja anak, yang semata-mata untuk kepentingan terbaik anak-anak kita," pungkasnya.