Senin, 30 September 2019 11:38

Enam Hari Menanti Hercules dengan Waswas

Mays
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Pengungsi Wamena dengan cemas menunggu antrean naik ke pesawat Hercules yang akan membawa mereka ke Jayapura.
Pengungsi Wamena dengan cemas menunggu antrean naik ke pesawat Hercules yang akan membawa mereka ke Jayapura.

Di bawah terpal biru, yang diikatkan ke pagar pangkalan udara TNI-AU di Wamena, ribuan wajah masygul, menunggu dengan rasa waswas. Tatapan mereka kosong. 

RAKYATKU.COM - Di bawah terpal biru, yang diikatkan ke pagar pangkalan udara TNI-AU di Wamena, ribuan wajah masygul, menunggu dengan rasa waswas. Tatapan mereka kosong. 

Seorang ibu berjilbab, mendekap erat bayinya yang tampak tertidur pulas. Beberapa lainnya, terpekur di antara koper-koper, dan barang bawaan.

Mereka menunggu nama disebut oleh Pak Tentara. Untuk kemudian diangkut ke lokasi pengungsian aman di Jayapura dengan pesawat Hercules milik TNI AU.

Mereka ingin secepatnya pergi dari Wamena. Sebab, kebencian kepada kaum rambut lurus dan kulit putih, sudah menyebar di  Lembah Baliem tersebut.

Kebencian yang sengaja diembuskan kaum pemberontak. Separatis yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).

Kelompok separatis itu, dengan keji melancarkan fitnah. Bahwa para pendatang itu adalah mata-mata militer Indonesia, yang mengirimkan informasi seputar kegiatan kelompok bersenjata yang terkenal kejam itu. Dengan dalih itu, mereka bebas membunuh para pendatang.

Mereka juga mengadu domba pendatang dengan orang asli Papua (OAP). Bahwa para pendatang, telah menggerus kekayaan Papua.  Penduduk Lembah Baliem yang terkenal ramah, akhirnya terhasut. Dengan senjata terhunus, mereka mengejar dan mencincang para pendatang.

Tak terkecuali Syaiful Daeng Gading, warga asal Takalar, Sulsel, yang harus kehilangan istrinya, Krisdayanti. Pada Senin, 23 September 2019, Syaiful membawa anak dan istrinya, lari dari kontrakan untuk menghindari amuk massa.

Namun karena kewalahan, dia menyembunyikan istrinya di kandang babi. Sementara dia berlari melompati pagar, sambil menggendong anaknya. Saat itu massa sudah mengepung rumah kontrakannya.

Ketika kerusuhan mereda, dia kembali mencari istrinya. Ternyata sang istri sudah tak bernyawa. Sejumlah luka sabetan benda tajam di kepalanya.

Seorang pendatang lainnya, Salsabilah, sempat berlari saat massa dengan beringas memasuki rumah demi rumah. Saat itu, Salsabilah dipanggil seorang warga asli Papua. Dengan waswas, Salsabilah merasa hidupnya sudah di ujung maut.

Namun ternyata, warga asli Papua itu justru membantu menyelamatkan Salsabilah dan warga pendatang lainnya dari penduduk asli yang beringas. "Alhamdulillah...masih ada malaikat di Lembah Baliem," ucap Salsabilah dalam hati. Mereka disembunyikan di sebuah honai. Saat massa mendekat, warga asli Papua itu mencoba mengalihkan perhatian massa. Mereka selamat saat ada truk TNI lewat.

Mereka lalu dibawa ke pangkalan TNI AU, untuk diterbangkan dengan Hercules menuju tempat yang aman, salah satunya di Jayapura.

Ilham Mangka, seorang warga pendatang dari Makassar, mengaku sudah enam hari menunggu di pangkalan TNI AU di Wamena. "Saya menunggu sejak Rabu, 25 September 2019," ujar pria yang bekerja sebagai staf di salah OPD di Kabupaten Lanny Jaya itu.

Ilham merasa agak lega. Karena istri dan tiga anaknya berada di Makassar saat kerusuhan. 

"Alhamdulillah istri sama anak-anak ada di Makassar. Sebelumnya istri dan anak-anak sudah ada tiket tanggal 27 September ke Wamena. Tapi kejadian tanggal 23 September jadi langsung saya refund," ungkap Ilham.

Ilham mengaku tidak tinggal di tenda pengungsian. "Kalau malam, saya pulang ke kos. Kebetulan tempat saya masih aman. Nanti pagi baru ke sini lagi antre," ujarnya.

Saat ini, Ilham masih fokus mengantre. "Tadi saya diajak teman-teman untuk kumpul dengan KKSS, tapi saya di sini saja dulu. Ada juga tadi Pak Wagub (Andi Sudirman Sulaiman) sama Pak Sekda (Abdul Hayat Gani) di sini," bebernya.