Selasa, 13 Agustus 2019 04:00

Menjual Kulit Hewan Kurban, Bagaimana Hukumnya?

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Menjual Kulit Hewan Kurban, Bagaimana Hukumnya?

Hari raya Iduladha atau dilaksanakan pada Minggu (11/8/2019). Masyarakat menyembelih hewan kurban masing-masing sebagai bentuk pegabdian kepada Allah swt.

RAKYATKU.COM - Hari raya Iduladha atau dilaksanakan pada Minggu (11/8/2019). Masyarakat menyembelih hewan kurban masing-masing sebagai bentuk pegabdian kepada Allah swt.

Namun, ada persoalan yang jadi pernyataan mengenai pemanfaatan hasil sembelihan hewan kurban, terutama soal boleh tidaknya menjual kulit hewan kurban.

Dalam syariat Islam, menjual bagian dari hewan kurban itu dilarang atau tidak boleh. Dalil terlarangnya hal ini adalah hadits Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Janganlah menjual hewan hasil sembelihan hadyu dan sembelian udh-hiyah (kurban). Tetapi makanlah, bersedekhlah, dan gunakanlah kulitnya untuk bersenang-senang, namun jangan kamu menjualnya.”

Kulit hewan kurban dipersembahkan sebagai bentuk taqorrub pada Allah yaitu mendekatkan diri pada-Nya sehingga tidak boleh diperjualbelikan. Sama halnya dengan zakat.

Jika harta zakat kita telah mencapai nishob (ukuran minimal dikeluarkan zakat) dan telah memenuhi haul (masa satu tahun), maka kita harus serahkan kepada orang yang berhak menerima tanpa harus menjual padanya.

"Tidak boleh menjual apapun dari hewan kurban. Kurban sunah walaupun hanya kulitnya, tidak boleh." ucap Kiai Haji M. Mujib Qulyubi.

Imam Nawawi mengatakan, berbagai macam teks redaksional dalam madzhab Syafi'i menyatakan, menjual hewan kurban yang meliputi daging, kulit, tanduk, dan rambut, semunya dilarang. Begitu pula menjadikannya sebagai upah para penjagal.

Artinya, “Beragam redaksi tekstual madzhab Syafi'i dan para pengikutnya mengatakan, tidak boleh menjual apapun dari hadiah (al-hadyu) haji maupun kurban baik berupa nadzar atau yang sunah. (Pelarangan itu) baik berupa daging, lemak, tanduk, rambut dan sebagainya.

Dan juga dilarang menjadikan kulit dan sebagainya itu untuk upah bagi tukang jagal. Namun (yang diperbolehkan) adalah seorang yang berkurban dan orang yang berhadiah menyedekahkannya atau juga boleh mengambilnya dengan dimanfaatkan barangnya seperti dibuat untuk kantung air atau timba, muzah (sejenis sepatu) dan sebagainya. (Lihat Imam Nawawi, Al-Majmu', Maktabah Al-Irsyad, juz 8, halaman 397).

Jika terpaksa tidak ada yang mau memakan kulit tersebut, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal lain seperti dibuat terbang, bedug, dan lain sebagainya. Itupun jika tidak dari kurban nadzar. Kalau kurban nadzar atau kurban wajib harus diberikan ke orang lain sebagaimana diungkapkan oleh Imam As-Syarbini dalam kitab Al-Iqna'.

Dilansir NU Online, dalam menyiasati hal ini, panitia bisa memotong-motong kulit tersebut lalu dicampur dengan daging sehingga semuanya terdistribusikan kepada masyarakat. Bagi orang yang kurang mampu, kulit bisa dimanfaatkan untuk konsumsi lebih.

Risiko menjual kulit dan kepala hewan, bisa menjadikan kurban tersebut tidak sah. Artinya, hewan yang disembelih pada Hari Idul Adha malah menjadi sembelihan biasa, orang yang berkurban tidak mendapat fadlilah pahala berkurban sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

Artinya, “Barangsiapa yang menjual kulit kurbannya, maka tidak ada kurban bagi dirinya. Artinya dia tidak mendapat pahala yang dijanjikan kepada orang yang berkurban atas pengorbanannya,” (HR Hakim dalam kitab Faidhul Qadir, Maktabah Syamilah, juz 6, halaman 121).

Sumber: Okezone