Kamis, 18 Juli 2019 08:57

WHO Nyatakan Wabah Ebola di Kongo Sebagai Darurat Internasional

Suriawati
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Petugas kesehatan mengkomunikasikan informasi tentang Ebola di jalan antara Butembo dan Goma pada 16 Juli 2019.
Petugas kesehatan mengkomunikasikan informasi tentang Ebola di jalan antara Butembo dan Goma pada 16 Juli 2019.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan wabah Ebola di DR Kongo sebagai darurat internasional atau PHEIC.

RAKYATKU.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan wabah Ebola di DR Kongo sebagai darurat internasional atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

Istilah PHEIC tercantum dalam regulasi kesehatan internasional tahun 2005. Ini adalah semacam panduan berisikan daftar penyakit yang dapat menular antar negara. 

Deklarasi ini dapat meningkatkan pendanaan dan dukungan untuk upaya penanggulangan wabah, yang telah terhambat oleh kekerasan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap daerah yang terkena dampak.

Sejak Januari, para pejabat Kongo telah melaporkan 198 serangan terhadap responden kesehatan, yang menewaskan tujuh orang dan menyebabkan 58 petugas kesehatan dan pasien terluka.

“Sudah waktunya bagi dunia untuk memperhatikan dan melipatgandakan upaya kita. Kita perlu bekerja sama dalam solidaritas dengan DRC untuk mengakhiri wabah ini dan membangun sistem kesehatan yang lebih baik,” kata Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus.

“Pekerjaan luar biasa telah dilakukan selama hampir satu tahun dalam situasi yang paling sulit. Kami semua berutang kepada para responden ini, yang datang tidak hanya dari WHO tetapi juga pemerintah, mitra, dan masyarakat, untuk menanggung lebih banyak beban.”

Wabah ebola dinyatakan pada 1 Agustus 2018, dan terhitung sudah ada 2.512 kasus dan 1.676 kematian. 

Sejauh ini, wabah berpusat di provinsi North Kivu dan Ituri di DRC, yang berada di sisi timur, berbatasan dengan Sudan Selatan, Uganda, dan Rwanda.

Deklarasi hari Rabu ini menyusul penyebaran Ebola ke Goma, sebuah kota DRC yang berpenduduk hampir 2 juta orang di perbatasan dengan Rwanda, yang bertindak sebagai pusat transportasi regional.

Pada hari Minggu, petugas kesehatan di sana mengkonfirmasi kasus pertama kota itu pada seorang pendeta berusia 47 tahun yang baru saja tiba dari Butembo, sebuah kota DRC yang telah berjuang dengan wabah sejak Desember lalu.

Pendeta itu telah meninggal, dan petugas kesehatan telah mengidentifikasi dan memvaksinasi 75 orang. Keluarga dan rekannya sekarang sedang diawasi.

Kementerian kesehatan mengatakan kecepatan penemuan kasus ini membuat risiko penyebaran Ebola di Goma rendah.

Tetapi para ahli khawatir tentang jumlah pergerakan melalui kota itu. Sekitar 15.000 orang melintasi perbatasan dari Goma ke Rwanda setiap hari. Dan, kota ini adalah ibukota provinsi yang memiliki bandara dan penerbangan internasional.