Senin, 15 Juli 2019 23:57

Begini Kronologi Lahirnya "Surat Sakti" 2 Pengusaha yang Jadi Dasar Pencopotan Jumras

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Irfan Jaya saat sidang hak angket di Kantor DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Senin (15/7/2019).
Irfan Jaya saat sidang hak angket di Kantor DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Senin (15/7/2019).

Irfan Jaya membeberkan kronologi lahirnya surat sakti dari dua pengusaha, yakni Ferry Tandiari dan Anggu Sucipto ke Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah.

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Irfan Jaya membeberkan kronologi lahirnya surat sakti dari dua pengusaha, yakni Ferry Tandiari dan Anggu Sucipto ke Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah. Diketahui, surat tersebut kemudian dijadikan landasan oleh sang gubernur untuk mencopot mantan Kepala Biro Pembangunan Sulsel, Jumras.

Menurut Irfan, semua berawal dari informasi yang disampaikan oleh Jumras kepada Ferry dan Anggu, yang disaksikan juga olehnya pada saat pertemuan di barbershop miliknya, di Jalan Bau Mangga, 19 April lalu. Saat itu, Jumras menyebut bahwa jika ingin memenangkan tender proyek di Pemprov itu, maka harus menebus komitmen fee sebesar 7,5 persen.

Khusus, untuk dua proyek yang menjadi target Ferry dan Anggu, kata Irfan, menurut pengakuan Jumras sudah ada pengusahan yang menebus dengan fee 7,5 persen tersebut. Pengusaha tersebut benama Hartawan Ishak Jarre.

"Nah, besoknya pada tanggal 20 April hari Sabtu pagi, Pak Ferry dan Pak Anggu sama-sama ke Jakarta. Siang harinya, Pak Ferry telepon saya, katanya kebetulan dia bertemu dengan Pak Gub (Nurdin Abdullah) di pesawat," beber Irfan saat menjadi pihak terperiksa dalam sidang hak angket di Kantor DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Senin (15/7/2019).

Saat bertemu dengan Nurdin Abdullah di pesawat tersebut, kata Irfan, Ferry dan Anggu menyampaikan perihal syarat fee 7,5 persen untuk proyek Pemprov seperti yang disampaikan oleh Jumras.

"Dia (Ferry) cerita bahwa pada saat itu dirinya bersama Pak Anggu menyampaikan soal perkataan Pak Jumras bahwa dalam proyek itu ada komitmen fee sebesar 7,5 persen. Itu diceritakan ke Pak Gub. Pak Ferry bertanya apakah memang ada aturan main seperti itu atau bagaimana," beber Irfan menirukan perkataan Ferry.

"Pak Gub katanya mengatakan bahwa tidak ada. Bahkan Pak Gub menyuruh Pak Anggu dan Pak Ferry untuk membuat surat terkait permintaan fee 7,5 persen itu," tambah Irfan.

Saat itu, kata Irfan, dirinya langsung memotong pembicaraan dengan Ferry yang berlangsung lewat telepon seluler itu.

"Waktu itu saya langsung potong pembicaraan itu. Pak Ferry, salah itu kalau kita buat surat jangan sampai mencelakakan orang lain. Pak Ferry lalu bilang 'saya no choice'. Kalau saya tidak buat surat ini maka saya bisa dituduh oleh Pak Gub memfitnah Pak Jumras. Yah, rasional juga," lanjut Irfan.

"Singkat cerita, dia (Ferry dan Anggu) buat surat itu. Dan keesokan harinya, pada 21 April hari Minggu, surat itulah yang dijadikan bukti (oleh Nurdin Abdullah) untuk mengeksekusi atau mencopot Pak Jumras," demikian Irfan.

Berdasarkan pantauan Rakyatku.com, surat dari Ferry dan Anggu untuk Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah itu turut dihadirkan dalam proses persidangan. Surat itu akan dijadikan bukti bagi panitia angket dalam melakukan kajian untuk membuat keputusan nantinya.

Sekadar diketahui, Jumras dicopot oleh Nurdin Abdullah setelah diduga menerima fee. Namun dalam kesaksiannya, Jumras membantah menerima fee proyek yang dituduhkan Nurdin Abdullah tersebut. 

Malahan, kata mantan Kadis Bina Marga dan Bina Konstruksi Sulsel itu, dirinyalah yang menolak pemberian uang Rp200 juta untuk memuluskan tender dua orang pengusaha (Ferry dan Anggu) yang disebutnya telah menyerahkan uang sejumlah Rp10 miliar kepada Prof Andalan di Pilgub Sulsel 2018 lalu.