Medan tempur Pemilu 2019 sesungguhnya lebih sulit dan lebih tak terprediksi. Faktor sistem hitungan konversi suara menjadi kursi sainte leaque dan meratanya kulitas caleg yang menyebar disemua parpol plus semakin banyaknya kontestan, membuat perebutan suara 2019 jauh lebih mengerikan daripada pemilu-pemilu sebelumnya.
Itulah mengapa banyak figur-figur vote getter terutama yang berstatus petahana terkecoh dengan perolehan suaranya yang tak lagi sama dengan Pemilu 2014. Namun, fenomena itu tak berlaku bagi Rusdi Masse (RMS), caleg Partai Nasdem yang kemudian menasbihkan dirinya sebagai peraih suara terbanyak DPRRI di Sulsel.
Di tengah kekeringan perolehan suara, dukungan suara terhadap mantan Bupati Sidrap ini seperti mata air. Perolehannya menembus angka 119.064 dukungan. Sebuah rekor suara baru sepanjang sejarah pemilu di Sulsel. Sebelumnya rekor lama dipegang Thita YL di Pemilu 2014 dengan dukungan 104.000 suara.
Ini sungguh mencengangkan karena Sulsel III adalah wilayah kering. Meski dihuni 8 kabupaten/kota namun jumlah suara sahnya hanya mencapai 1.456.490 pemilih, atau terkecil di antara tiga dapil lain.
Tentu menarik untuk menganalisa, bagaimana Ketua Nasdem Sulsel itu melakukannya. Banyak yang menyatakan bahwa kesuksesan itu karena modal finansial yang besar. Namun, jika melihat caleg lain yang juga jor-jor an dalam mengucurkan fulus namun hasilnya tak sama, maka modal finansial RMS bukanlah menjadi faktor pendorong utama.
Dari pengamatan saya, RMS dan timnya sukses menerapkan strategi "blocking area" dengan tepat. Hal itu terlihat dari perolehan suaranya yang nyomplang di setiap kabupaten. Di Sidrap ia meraih 56.326 , Pinrang 29.591, Enrekang 5.278, Tana Toraja 3.090, Toraja Utara 1.133, Luwu 6.093, Palopo 14.624, Luwu Utara 1.808, dan Luwu Timur 1.121.
RMS memilih bermain sempit dengan jumlah penguasaan TPS terbatas. Namun, di TPS terbatas itu ia full power. Keunggulan strategi ini adalah energi fisik dan modal finansial tak terlalu terkuras.
Strategi ini juga membuat lebih gampang membangun pola pengamanan suara. Hampir 80 persen dukungan suaranya ia perolehan di Sidrap dan Pinrang, dua wilayah yang memang menjadi kantong suara di Sulsel 3.
RMS membiarkan caleg pesaing saling membunuh di 6 daerah lain, sambil menutup rapat Sidrap dan Pinrang. Efektifitas blocking area ala RMS itu ditunjang oleh popularitasnya yang memang menjulang di Sidrap dan Pinrang. Ia aktif turun di tengah pemilih terutama di dua kabupaten itu.
Timnya mengisi kekosongan perebutan suara diratusan TPS di sebagian besar wilayah Sidrap dan Pinrang karena terbatasnya figur populer yang bertarung. Hal itu terlihat dengan perolehan suaranya yang mengebar rata di 888 TPS di Sidrap dan 1.272 TPS di Pinrang.
Hasil hitung cepat Nurani Strategic, memperlihatkan tak satupun TPS di dua wilayah itu dimana RMS tak mendapat dukungan. Dengan cerdik, RMS memanfaatkan 'luka' timnya pasca takluk di Pilkada Sidrap 2018 lalu.
RMS sukses menjaring kembali perolehan suara sang istri, di Pilkada lalu yang meraih 67.470 suara. Peta wilayah perolehan suara per kecamatan yang diraih oleh RMS di Pemilu 2019 lalu sangat mirip dengan perolehan suara Fatmawati Rusdi di Pilkada 2018.
Kunci kesuksesannya karena mampu bermain efektif. Ia tidak terpancing keluar dari wilayah yang dipahami dan dikuasainya. Selama beberapa bulan RMS terus memupuk polularitas dan elektabilitas di dua wilayah itu dengan berbagai treatment pemenangan yang jitu. Timnya menerapkan secara marathon dan efektif strategi Door to Door Campaign (DTDC) yang dibarengi dengan strategi Get Out The Voters (GOTV) yang dahsyat.
Perolehan suaranya yang melahirkan rekor baru perolehan suara nasional di Sulsel patut untuk dikaji, dipelajari dan dicontoh bagi politikus lain ke depannya.
Nurmal Idrus
Direktur Nurani Strategic (NUSA)