Senin, 27 Mei 2019 14:46

Tujuh Algojo Pembunuh 10 Muslim Rohingya Dibebaskan dari Bui

Mays
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Sepuluh warga Rohingya, sebelum dieksekusi 7 tentara Myanmar 2017 lalu. (Foto: Reuters).
Sepuluh warga Rohingya, sebelum dieksekusi 7 tentara Myanmar 2017 lalu. (Foto: Reuters).

Di Desa Inn Din, Negara Bagian Rakhine barat, Myanmar, 10 pria dipaksa berlutut di tengah jalan yang becek.

RAKYATKU.COM, YANGOON - Di Desa Inn Din, Negara Bagian Rakhine barat, Myanmar, 10 pria dipaksa berlutut di tengah jalan yang becek.

Hujan yang mengguyur, membasahi tubuh mereka. Mereka diperintahkan meletakkan kedua tangan di belakang kepala.

Lalu, "Tretetet...tet...tet..." suara senjata menyalak dari tujuh tentara. Bersamaan, sepuluh tubuh itu tumbang bersimbah darah.

Peristiwa itu terjadi 2017 lalu. Ketujuh tentara itu sempat diseret ke pengadila. Namun, baru-baru ini dilepaskan oleh otoritas berwenang Myanmar.

Pembebasan itu diungkap dua pejabat penjara, dua mantan narapidana, dan salah seorang tentara Myanmar kepada Reuters.

Pembunuhan itu diungkap dua wartawan Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, yang dipenjara lebih dari 16 bulan atas tuduhan mengungkap rahasia negara. Keduanya dibebaskan setelah mendapat amnesti pada 6 Mei lalu.

Win Naing, kepala sipir di Penjara Sittwe Rakhine, dan seorang pejabat senior penjara di ibu kota Myanmar, Naypyitaw, membenarkan bahwa tentara terpidana tidak berada di penjara selama beberapa bulan.

Kedua pejabat penjara menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut dan mengatakan, mereka tidak tahu tanggal pasti pembebasan ketujuh tentara tersebut.

Juru bicara militer Zaw Min Tun dan Tun Tun Nyi menolak berkomentar.

Ketujuh tentara itu merupakan para personel keamanan militer, yang secara resmi dihukum atas pembunuhan selama operasi 2017 di Rakhine. Operasi militer itu memaksa lebih dari 730.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.

Para penyelidik PBB mengatakan tindakan keras militer Myanmar dilakukan dengan "niat genosida". Para penyelidik juga menilai militer tersebut melakukan pembunuhan massal, pemerkosaan berkelompok, dan pembakaran secara meluas.

"Saya akan mengatakan bahwa kami mengambil tindakan terhadap setiap kasus yang dapat kami selidiki," kata Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing, kepada para pejabat dari Dewan Keamanan PBB pada April tahun lalu, yang diunggah di situs pribadinya.

"Kejahatan terbaru yang kami hukum adalah pembunuhan, dan hukuman penjara 10 tahun diberikan kepada tujuh pelaku," katanya.

"Kami tidak akan memaafkan siapa pun jika mereka melakukan (sebuah) kejahatan."

Dalam sebuah sambungan telepon, seorang pria bernama Zin Paing Soe mengonfirmasi, bahwa dia adalah salah satu dari tujuh tentara yang dihukum dan sekarang bebas. Namun, dia menolak berkomentar lebih lanjut.

"Kami disuruh diam," katanya, seperti dilaporkan Reuters, Senin (27/5/2019).