Sabtu, 20 April 2019 10:52

Sebut Banyak Mudaratnya, MUI Minta Quick Count Ditiadakan

Ibnu Kasir Amahoru
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Din Syamsuddin.
Din Syamsuddin.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar proses hitung cepat atau quick count yang dikeluarkan oleh lembaga survei untuk ditiadakan ke depannya.

RAKYATKU.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar proses hitung cepat atau quick count yang dikeluarkan oleh lembaga survei untuk ditiadakan ke depannya.

Mereka menilai quick count lebih berpotensi menimbulkan akibat buruk daripada kebaikan.

“Quick count selama ini banyak menimbulkan kemudaratan, kemafsadatan. Akhir-akhir ini, segera setelah mengetahui quick count, rakyat beruforia merayakan kemenangan,” kata Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin.

Menurutnya, hasil yang belum pasti yang diumumkan itu menimbulkan perasaan skeptis hingga sinisme di tengah masyarakat. Ia mencontohkan Pilkada DKI Jakarta hingga Jawa Tengah sebagai bukti nyata terjadinya hal seperti itu. 

“Pada tataran itulah kami melihat apalagi menyampaikan sesuatu yang belum pasti, jauh dari pasti, dan ada lembaga resmi untuk itu. Maka sebaiknya ditiadakan, khusus sekarang ini dihentikan,” tegasnya. 

“Karena selama ini kan sudah muncul skeptisme, keraguan, bahkan sinisme terhadap lembaga survei. Itu seharusnya dihayati, direspons jauh sebelum pencoblosan, karena ada pengalaman masa lalu di Pilkada DKI, Pilkada Jabar, Jateng, jadi pada posisi itu kami,” sambungnya dikutip Kumparan, Sabtu (20/4/2019),

Lebih jauh, ia mengatakan bahwa hal itu dalam ajaran agama Islam masuk dalam kategori fasik. 

“Ini dalam kategori dalam agama Islam masuk kategori fasik. Dan jika ada berita, itu harus ditabayunkan. Berita apa? Yang menimbulkan mudarat, walaupun benar, kalau tidak tepat untuk disampaikan, itu secara Islam tidak bisa digunakan,” ujarnya.

Kendati meminta untuk ditiadakan, namun MUI menilai tidak perlu sampai mengeluarkan fatwa untuk mengharamkan quick count. Apa yang mereka lakukan, hanya sebatas pesan sebagai lembaga moral.

“Enggak perlu, enggak usah sampai ke situ (mengharamkan quick count). Sudahlah ini pesan moral saja,” pungkasnya.