RAKYATKU.COM - Pihak Facebook sedang mempertimbangkan untuk memperketat aturan penggunaan Facebook Live, setelah kejadian penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru.
“Kami tengah menimbang pembatasan soal siapa saja yang dibolehkan untuk live berdasarkan beberapa faktor. Misalnya, apakah pernah melakukan pelanggaran Community Standard sebelumnya,” tulis Chief Operating Officer Facebook, Sheryl Sandberg.
Facebook, turut berupaya mengembangkan teknologi baru agar bisa mengindentifikasi video atau gambar dengan konten kekerasan, lalu mencegah peredaran konten terkait di jejaring sosialnya.
“Video penyerangan di Selandia Baru disiarkan secara live, tapi kebanyakan menyebar lewat re-sharing dan editing ulang yang menyulitkan sistem kami untuk memblokir,” ujar Sandberg menerangkan alasannya.
Menurut Sandberg, Facebook telah menemukan setidaknya 900 macam video yang menampilkan potongan-potongan adegan yang diambil dari video live penembakan di Selandia Baru.
Siaran live penembakan di masjid di Selandia Baru sempat ditonton sebanyak 4.000 kali sebelum dihapus oleh Facebook. Dalam waktu singkat, video penembakan tersebut beredar luas dan masif dalam platform berbagi video macam Facebook dan YouTube.
Di Facebook saja, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Reuters, Selasa (2/4/2019), sebanyak 1,5 juta video bermuatan adegan penembakan di Selandia Baru ditemukan dan dihapus dalam tempo 24 jam setelah kejadian.
YouTube juga mengaku kelimpungan dengan derasnya arus unggahan video terkait penembakan di Selandia Baru ke platform video sharing miliknya.
Arus upload video penembakan di Selandia Baru disebut jauh lebih kencang dengan volume lebih banyak dibanding kejadian-kejadian serupa (penembakan masal) sebelumnya.