Minggu, 31 Maret 2019 11:48

Denmark Tidak Akan Akui Kewarganegaraan Anak-anak ISIS yang Lahir di Luar Negeri

Suriawati
Konten Redaksi Rakyatku.Com
INT
INT

Politisi Denmark berencana untuk mencabut kewarganegaraan anak-anak ISIS yang lahir di luar negeri.

RAKYATKU.COM - Politisi Denmark berencana untuk mencabut kewarganegaraan anak-anak ISIS yang lahir di luar negeri.

Kebijakan itu diumumkan setelah kesepakatan dicapai dengan Partai Rakyat Denmark yang populis dan akan memberikan suaranya.

"Bertolak belakang dengan peraturan saat ini, anak-anak yang lahir di daerah yang dilarang di Denmark ... tidak akan secara otomatis menerima kewarganegaraan Denmark," kata kementerian imigrasi dalam sebuah pernyataan.

"Karena orang tua mereka berpaling dari Denmark, tidak ada alasan bagi anak-anaknya untuk menjadi warga negara Denmark."

Belum jelas bagaimana undang-undang itu akan diterapkan, tapi para aktivis sudah mengkritiknya, dengan mengatakan bahwa itu akan mengangkat masalah hukum yang rumit seputar kewarganegaraan dan hak-hak anak.

Berita itu muncul setelah Inggris mencabut kewarnegaraan Shamima Begum, yang melarikan diri dari rumahnya di London pada tahun 2015 untuk menikahi pejuang ISIS dan tinggal di Suriah.

Menteri Dalam Negeri Sajid Javid mengatakan langkah itu sah karena Begum memiliki kewarganegaraan ganda Bangladesh, meskipun belum pernah ke negara itu.

Begum juga memiliki seorang putra yang seharusnya menjadi warga negara Inggris secara hukum, tapi bayi itu dikabarkan telah meninggal. 

Di bawah hukum internasional, negara-negara tidak diizinkan untuk melepaskan kewarganegaraan warganya jika negara itu akan meninggalkan mereka tanpa negara asal, atau tanpa kewarganegaraan.

Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak, yang ditandatangani oleh Denmark dan Inggris, juga menyatakan bahwa "kepentingan terbaik anak akan menjadi pertimbangan utama" dalam setiap keputusan hukum yang melibatkan anak-anak.

Sejak Tahun 2016, Denmark melarang warganya untuk berjuang dengan kelompok teror. Sejauh ini, pengadilan telah menghukum 13 orang karena bergabung atau mencoba bergabung dengan organisasi teroris.

Sembilan dari mereka dicabut kewarganegaraannya dan dideportasi, tapi empat lainnya tetap di negara itu karena mereka tidak memiliki kewarganegaraan ganda.