RAKYATKU.COM,MAKASSAR - Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma'ruf di Sulsel, Syamsul Bachri mengakui saat ini mematok target realistis perolehan suara di Sulsel. Awalnya menargetkan 75 persen, kini turun menjadi 52 persen.
Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto mengatakan, pergerakan partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf memang kelihatannya tidak terkonsolidasi. Meskipun sebenarnya, situasi itu terjadi di dua kubu, petahana dan penantang.
"Sepertinya gerbong koalisi Jokowi-Ma'ruf ini sulit digerakkan, yang secara bersamaan lebih fight menghadapi Pileg. Umumnya partai politik pengusung, di luar PDIP, PKB, dan PSI, menganggap Pileg adalah arena kontestasi yang sesungguhnya," kata Luhur kepada Rakyatku.com, Sabtu (9/3/2019).
Sementara parpol lainnya memandang, dukungan di Pilpres dianggap tidak cukup membawa insentif elektoral bagi perolehan suara partai politik mereka. Makanya, secara umum, ini bisa dijelaskan dalam dua perspektif menurut Luhur.
"Pertama, Pilpres adalah keputusan elite nasional. Elite partai politik di daerah merasa keputusan dukungan di Pilpres tidak berdasar pada aspirasi dan kepentingan elektoral mereka di daerah. Umumnya elite partai di daerah, memahami kalau keputusan dukungan itu berbasis pragmatisme," lanjutnya.
Kedua, tambah Luhur, soal pembiayaan. Katanya salah satu masalah besar yang membuat pergerakan TKD adalah teknis pembiayaan.
"Beberapa anggota tim sering mempertanyakan koordinasi TKN-TKD yang belum tuntas mengatur sharing pembiayaan koalisi," ujarnya.
Partai-partai pendukung umumnya menunggu dukungan teknis dan pembiayaan, termasuk dari kepala daerah. Sehingga menurut dia, bila pembiayaan tidak tuntas, maka sulit mengharapkan pergerakan elektoral dari gerbong koalisi pendukung.
Apalagi tren elektabilitas petahana cenderung stagnan dan bahkan menurun di Sulsel. Kalau tidak ada usaha terstruktur dan masif dari koalisi Jokowi-Ma'ruf untuk membendung, maka tren peningkatan elektabilitas penantang Prabowo-Sandi akan terus bergerak naik.
"Semua pasangan bertarung dengan waktu. Bagi tim petahana, terasa begitu lama menuju April 2019. Sebaliknya, bagi tim penantang waktu terasa begitu cepat sampai di April 2019. Sisa satu bulan ini, mereka sudah harus sprint jelang garis finis. Tidak boleh lagi ada kendala teknis dan non teknis, yang bisa menghambat pergerakan elektoral mereka," pungkasnya.