RAKYATKU.COM,JAKARTA - Masih pagi-pagi sekali, Menteri ESDM Sudirman Said mendapat telepon dari Presiden Jokowi. Saat itu 6 Oktober 2015. Dia diminta datang ke istana saat itu juga.
Sudirman tidak tahu dalam masalah apa dia dipanggil. Dia tiba di istana sekitar pukul 08.30 WIB. Duduk sekitar 5-10 menit, Sudirman langsung masuk ke ruang Jokowi.
Sebelum masuk ruangan, Sudirman dibisiki ajudan presiden. "Pak Menteri, pertemuan ini (anggap saja) tidak ada," kata Sudirman menirukan bisikan sang ajudan.
Kisah itu diungkap Sudirman Said pada acara diskusi peluncuran buku "Satu Dekade Nasionalisme Pertambangan", di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (20/2/2019). Kisah ini terkait pertemuan rahasia Jokowi dengan bos besar PT Freeport.
Pertemuan rahasia tersebut menjadi cikal bakal keluarnya surat tertanggal 7 Oktober 2015 dengan nomor 7522/13/MEM/2015 yang berisi perpanjangan kegiatan operasi Freeport di Indonesia. Selama ini, ia sering dituding sebagai orang yang memperpanjang izin tersebut.
Sudirman mengaku kaget begitu masuk ke ruang kerja presiden, sudah ada Presiden Freeport McMoran Inc, James R Moffet. Dalam pertemuan tersebut tidak ada pembicaraan panjang lebar. Jokowi hanya memerintahkan membuat surat atau dokumen perpanjangan kontrak Freeport di Indonesia.
"Tidak panjang lebar, presiden hanya katakan, tolong siapkan surat, seperti yang dibutuhkan. Kira-kira, kita ini ingin menjaga kelangsungan investasi lah. Nanti dibicarakan setelah pertemuan ini. Saya jawab 'baik pak pres', maka keluarlah saya bersama James Mofet ke suatu tempat. Freeport Indonesia juga tidak tahu Mofet itu ke Indonesia," katanya.
Sudirman mengaku Mofet kemudian menyodorkan draf perpanjangan kerja sama kepadanya. Setelah membacanya, ia kemudian mengatakan kepada Moffet bahwa draf tersebut tidak sesuai.
"Kalau saya ikuti drafmu, maka akan ada preseden negara didikte korporasi. Saya tidak lakukan itu. You tell me what have been discussed with president, dan saya akan buat draf yang lindungi kepentingan republik," katanya.
Sekitar pukul 15.00 WIB, ia kemudian balik lagi ke kantor ESDM. Sudirman mengaku langsung mengumpulkan sekjen, biro hukum, dan bidang terkait untuk membuat draf surat perpanjangan kontrak. Setelah rapat, draft yang dibuatnya kemudian dinyatakan clear.
"Namun saat itu belum saya tandatangani," katanya. Sudirman mengatakan draf tersebut kemudian ia serahkan kepada presiden.
"Bapak ibu mau tahu apa yang dikatakan presiden. Begini saja sudah mau, kalau mau lebih kuat, yang diberi saja (Mofet)," katanya.
Karena itu, menurut Sudirman surat perpanjang kontrak Freeport di Indonesia itu bukan atas inisiatifnya melainkan atas inisiatif presiden.
"Saya katakan surat itu perkuat posisi mereka, lemahkan posisi kita. Jadi kalau saya disalahkan karena posisi negara semakin lemah, maka salahkanlah yang menyuruh surat itu," katanya.