Sabtu, 02 Februari 2019 17:11

60 Persen Warga Enggan Menikah, Wanita Tunisia Demo Pemerintah Minta Poligami

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Perempuan Tunisia yang berunjuk rasa meminta pemerintah melegalkan poligami. (FOTO: GETTY IMAGES)
Perempuan Tunisia yang berunjuk rasa meminta pemerintah melegalkan poligami. (FOTO: GETTY IMAGES)

Lebih dari setengah dari total jumlah perempuan di Tunisia masih melajang. Keengganan mayoritas warga menikah dan larangan poligami disebut sebagai pemicunya.

RAKYATKU.COM,TUNIS - Lebih dari setengah dari total jumlah perempuan di Tunisia masih melajang. Keengganan mayoritas warga menikah dan larangan poligami disebut sebagai pemicunya.

Menurut laporan terbaru yang diterbitkan Kantor Nasional untuk Keluarga dan Penduduk pada Desember 2017, Tunisia adalah salah satu negara dengan tingkat keengganan untuk menikah tertinggi.

Tidak tanggung-tanggung, angkanya mencapai 60 persen. Angka ini jauh lebih tinggi daripada rasio negara Arab lainnya.

Laporan tersebut mengungkapkan bahwa jumlah perempuan lajang telah meningkat menjadi lebih dari 2,25 juta dari total 4,9 juta perempuan di negara ini. 

Angka itu telah meningkat dari hanya 990.000 pada 1994 dengan usia kehamilan tertinggi di antara wanita usia 25-34.

Kondisi itu membuat sekelompok wanita di Tunisia menggunakan media sosial untuk menyerukan unjuk rasa menuntut pemerintah melegalkan poligami. Saat ini poligami adalah isu yang tabu dan merupakan hal yang ilegal dilakukan di negara Afrika Utara itu.

Presiden Forum Kebebasan dan Kewarganegaraan Tunisia, Fathi Al-Zghal mengonfirmasi mengenai aksi demonstrasi tersebut, mengatakan bahwa aksi itu muncul secara spontan dan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan para perempuan Tunisia yang khawatir akan lajang sampai tua.

Poligami dinyatakan sebagai pelanggaran hukum berdasarkan pasal 18 Undang-Undang Status Pribadi Tunisia.

Dilansir Middle East Online, Sabtu (2/2/2019), Al Zghal mengatakan bahwa dia juga mendesak dilakukan pengkajian ulang atas semua pasal dalam Undang-Undang Status Pribadi, seperangkat hukum yang menetapkan hak dan kebebasan perempuan di Tunisia, tidak hanya pasal mengenai poligami. 

Pasal-pasal tersebut termasuk pasal mengenai prosedur perceraian dan penghapusan status-status adopsi, karena dianggap bertentangan dengan syariat Islam.

Dalam pernyataan yang disampaikan sebelumnya, dia menekankan bahwa para wanita akan berpartisipasi dalam demonstrasi untuk mengekspresikan kemarahan mereka atas kegagalan Tunisia untuk mengizinkan poligami.