RAKYATKU.COM, MELBOURNE - Zara Kay, pindah ke Melbourne pada 2012, untuk melanjutkan belajar teknologi informasi dan teknik.
Wanita asal Tanzania ini, melepaskan keyakinannya sebagai muslimah, setelah menyadari agamanya itu anti-wanita dan anti-gay.
Wanita berusia 26 tahun itu pun menderikan "Faithless Hijabi". Dia mengatakan, ada ratusan mantan Muslim di Australia, yang hidup dalam ketakutan dikucilkan, dilecehkan, atau bahkan dibunuh.
"Kemurtadan dapat dihukum mati di 13 negara. Jadi Islam atau mati," katanya kepada pengikut Instagram-nya pada hari Minggu.
Dia telah meningkatkan kampanyenya, untuk mendukung orang-orang seperti dirinya, setelah remaja Saudi, Rahaf Mohammed al-Qunun diberikan suaka di Kanada, setelah melarikan diri ke Thailand, karena khawatir keluarganya akan membunuhnya karena murtad.
Kay mulai mengenakan jilbab, ketika ia berusia delapan tahun di Tanzania, Afrika Timur, sebagai seorang Muslim Syiah.
Dia melepaskan pakaian religius itu saat sebagai mahasiswa berusia 18 tahun di Monash University Malaysia, Kuala Lumpur, setelah dia menyadari itu bukan lagi representasi siapa dia.
"Pertama kali saya melepas jilbab dan memposting foto, saya dilecehkan," katanya kepada Daily Mail Australia, Senin.
"Saya diberitahu bahwa saya adalah s*****l. Saya dipanggil karena tidak mengenakan jilbab.
"Itu kan rambutku dan aku diberitahu, bahwa jika aku diperkosa, itu salahku karena aku tidak mengenakan jilbab."
Perjalanannya meninggalkan Islam terus berlanjut di Melbourne, tempat ia melanjutkan belajar di Universitas Monash.
Mantan siswa internasional, yang tahun lalu menjadi warga negara Australia, sekarang adalah seorang kritikus vokal tentang Islam dan hukum Syariah, seperti yang dijelaskan dalam Alquran.
"Bagi saya, jilbab adalah bentuk patriarki dan penindasan. Dan itu tidak berarti bahwa setiap wanita yang saya lihat dengan jilbab ditindas, itu hanya berarti penutup itu sendiri adalah simbol penindasan," katanya.