Kamis, 20 November 2025 14:47
Editor : Syukur Nutu

RAKYATKU.COM, MAKASSAR — Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin menghadiri kegiatan penandatanganan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama antara Kejaksaan Tinggi Sulsel dengan Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan, terkait penerapan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana ringan. Kegiatan dilaksanakan di Baruga Asta Cita, Rumah Jabatan Gubernur Sulsel pada Kamis (20/11/2025).

 

Munafri Arifuddin menyebut kolaboratif ini sangat bermanfaat, terutama dalam menghadirkan pendekatan hukum yang lebih humanis dan berorientasi pada sosial. Kegiatan ini tidak hanya mendorong efisiensi penegakan hukum, tetapi juga membantu masyarakat yang membutuhkan pendampingan.

“Kebijakan ini dapat memperkuat sistem keadilan restoratif dan berpihak pada kepentingan publik,” singkat Appi.

Baca Juga : Kominfo Makassar Luncurkan Publikasi “Kelurahan dalam Angka” Tamalate

Pada kesempatan ini, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Prof. Asep N. Mulyana, menyampaikan terkait arah pembaruan hukum nasional. Ia menegaskan bahwa hukum Indonesia ke depan tidak lagi bertumpu pada pendekatan-pendekatan lama yang dihapuskan dari sistem hukum kolonial. 

 

Selama ini, kata dia, paradigma hukum warisan kolonial dan kontemporer Eropa lebih menonjolkan aspek pengampunan dan pemenjaraan sebagai instrumen utama penegakan hukum.

“Sekarang kita sudah berada pada fase perubahan yang sejalan dengan arah pembangunan nasional, ketika kita berbicara Indonesia Emas, maka wajah hukum kita juga harus berubah,” ujarnya.

Baca Juga : Tujuh Tiang Listrik Roboh di Makassar Akibat Pohon Tumbang, Akses Jalan Sempat Terhambat

Ia menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional tidak semata-mata hadir untuk menggantikan produk hukum kolonial, tetapi membawa perubahan paradigma secara menyeluruh.

Dia juga menekankan bahwa Indonesia kini bergerak sistem hukum yang mengutamakan pendekatan restoratif, korektif, dan rehabilitatif, sebagaimana telah dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Nasional 2025. 

Paradigma baru ini memandang bahwa penjara tidak lagi harus menjadi pilihan utama dalam menjatuhkan hukuman. Dan tidak menjadikan pemenjaraan sebagai satu-satunya jalan. 

Baca Juga : Terkait Perang Kelompok, Wali Kota Makassar Tekankan Penindakan Hukum dan Pembinaan Remaja

“Di dalam paradigma korektif dan restoratif, kita melihat apa dampaknya bagi korban, bagaimana pelaku dapat diperbaiki, dan bagaimana proses hukum bisa memulihkan keadaan, bukan sekedar menghukum,” tegasnya.

Sedangkan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan, Didik Farkhan Alisyahdi, dalam Berbagainya menyampaikan bahwa kebijakan baru terkait pidana kerja sosial akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026. 

Aturan ini lahir sebagai bagian dari upaya menata kembali sistem pemidanaan, yang selama ini dibayangkan pada beragam persoalan.

Baca Juga : Dorong Transformasi Digital Parkir, Pemkot Makassar Bagikan Smartphone ke Jukir

“Sebagaimana kerap ditemukan dalam laporan hasil pemeriksaan dan berbagai kajian normatif lainnya,” jelasnya. 

Selanjutnya dia, selama ini, penegakan hukum tantangan besar, terutama karena hampir seluruh sanksi pidana ringan masih berorientasi pada hukuman penjara. 

“Akibatnya, lembaga pemasyarakatan mengalami kepadatan yang sangat tinggi,” lanjut dia.