Selasa, 04 November 2025 11:48
Dr. Boas Singkali Cendekiawan Toraja menegaskan bahwa anggapan tersebut keliru dan tidak berdasar, sebab masyarakat Toraja dikenal memiliki sistem adat dan spiritualitas yang tinggi dalam memperlakukan jenazah.
Editor : Lisa Emilda

RAKYATKU.COM, MAKASSAR — Pernyataan komedian Panji Pragiwaksono dalam salah satu konten stand-up comedy-nya yang menyinggung masyarakat Toraja menuai reaksi luas dari akademisi dan pemerhati budaya. Salah satunya datang dari Dr. Boas Singkali, cendekiawan asal Toraja, yang menilai pernyataan tersebut tidak sesuai dengan fakta sosial dan nilai-nilai budaya masyarakat Toraja.

 

Dalam video yang beredar di media sosial, Panji melontarkan candaan yang menyebut bahwa “orang Toraja yang tidak punya uang akan membiarkan keluarganya yang meninggal tergeletak di ruang tamu.” Pernyataan ini dinilai menyesatkan dan berpotensi mencederai martabat budaya Toraja yang sarat dengan makna penghormatan terhadap kehidupan dan kematian.

Menanggapi hal itu, Dr. Boas Singkali menegaskan bahwa anggapan tersebut keliru dan tidak berdasar, sebab masyarakat Toraja dikenal memiliki sistem adat dan spiritualitas yang tinggi dalam memperlakukan jenazah.

Baca Juga : Rangkaian HUT ke-25 Tahun GMTD Ditutup Meriah dengan Fun Walk di Toraja

“Tidak benar bahwa orang Toraja yang tidak punya uang akan membiarkan keluarganya yang meninggal diterlantarkan di ruang tamu. Dalam adat Toraja, setiap orang—baik kaya maupun sederhana—dihormati secara layak. Proses pemakaman yang panjang bukan karena kekurangan empati, tetapi bagian dari sistem adat yang penuh makna simbolik,” ujar Boas dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (26/10).

 

Ia menjelaskan, tradisi Rambu Solo’ atau upacara pemakaman adat Toraja merupakan ekspresi dari religiositas, solidaritas sosial, serta gotong royong yang telah diwariskan turun-temurun.

“Selama masa menunggu pemakaman, jenazah tidak dianggap ditelantarkan. Dalam pandangan adat, jenazah diperlakukan sebagai ‘to makula’ atau orang yang sedang sakit. Ini bentuk penghormatan tertinggi dalam budaya kami,” tambahnya.

Baca Juga : Masih dalam Rangkaian HUT ke-25 Tahun, GMTD Gelar Lovely Weekend Inspiring Future di Toraja

Boas menilai, candaan yang bersumber dari ketidaktahuan dapat mengaburkan nilai budaya daerah. Ia mengingatkan agar para seniman dan komedian lebih berhati-hati ketika menjadikan budaya lokal sebagai bahan materi hiburan.

“Kita menghargai kebebasan berekspresi, tetapi kebebasan itu harus diiringi tanggung jawab moral dan sosial. Budaya Toraja adalah warisan dunia yang diakui karena nilai kemanusiaannya. Jangan sampai humor tanpa konteks justru memperkeruh pemahaman publik,” tegasnya.

Cendekiawan tersebut juga mengimbau masyarakat Toraja untuk merespons isu ini dengan kepala dingin dan menjadikannya sebagai sarana edukasi publik.

Baca Juga : Mentan SYL: Toraja Adalah Aset Dunia

“Kita tidak perlu marah berlebihan. Jadikan ini momentum memperkenalkan kepada masyarakat luas bahwa budaya Toraja adalah cerminan solidaritas, kasih, dan penghormatan terhadap kehidupan,” pungkasnya.

Konteks Budaya

Budaya Toraja, khususnya upacara Rambu Solo’, telah diakui sebagai warisan budaya tak benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Tradisi ini mencerminkan penghormatan mendalam terhadap siklus kehidupan, kekeluargaan, serta solidaritas sosial yang kuat di tengah masyarakatnya.