Sabtu, 24 Mei 2025 13:10
Ilustrasi.
Editor : Rakyatku.com

RAKYATKU.COM, JAKARTA - Modantara secara tegas menolak wacana penyeragaman komisi platform menjadi 10 persen serta usulan reklasifikasi mitra pengemudi menjadi pegawai tetap. Dua gagasan ini dinilai tidak hanya kontraproduktif, tetapi juga mengancam keberlangsungan ekonomi digital Indonesia.

 

Modantara dalam pernyataannya menyebut komisi tunggal dan reklasifikasi berpotensi memicu krisis baru di sektor yang selama ini terbukti menjadi penopang ekonomi, khususnya di masa pandemi Covid-19.

"Kami memahami keresahan mitra, namun solusi harus berpijak pada realitas ekonomi, bukan sekadar wacana politik," kata Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha, dalam keterangannya, Sabtu (24/5/2025).

Baca Juga : Survei: Tarif Ojol Naik, Pengguna Pilih Pindah ke Motor Pribadi

Dia menambahkan, ekosistem mobilitas dan pengantaran digital telah menjadi bantalan sosial saat krisis sehingga kebijakan yang mengaturnya harus berbasis data dan mempertimbangkan dampak jangka panjang, bukan hanya bersandar pada niat baik.

 

"Ekosistem ini terbukti jadi bantalan sosial saat krisis. Oleh karenanya, kebijakan yang mengaturnya harus berpijak pada data dan mempertimbangan dampak jangka panjang," ujarnya.

Modantara menilai usulan komisi tunggal 10 persen sebagai pendekatan simplistis terhadap industri yang kompleks. "Komisi tidak bisa diseragamkan seperti tarif parkir. Industri ini bergerak dinamis dan bertumbuh tanpa aturan yang kaku dan seragam," terangnya.

Baca Juga : Tarif Baru Ojek Online Berlaku 10 September, Ini Rinciannya

Agung mengatakan, setiap platform memiliki struktur bisnis, segmentasi layanan, dan strategi teknologi yang berbeda. Pemaksaan komisi tunggal justru dapat menghambat inovasi dan pemberdayaan mitra. Selain itu, mengancam keberlangsungan layanan di wilayah dengan margin rendah serta menurunkan kualitas pelayanan akibat efisiensi berlebihan.

"Ketika niat melindungi justru membuat jutaan mitra kehilangan akses kerja fleksibel, kita perlu berhenti dan bertanya, siapa sebenarnya yang terlindungi?" ucapnya.

Lebih jauh, Modantara juga menolak keras gagasan menjadikan seluruh mitra pengemudi sebagai karyawan tetap. Menurut studi Svara Institute (2023), kebijakan ini dapat menyebabkan hilangnya hingga 1,4 juta pekerjaan dan penurunan PDB sebesar Rp178 triliun atau 5,5%.

Baca Juga : Kementerian Perhubungan Umumkan Tarif Baru Ojek Online Sore Ini

"Kita harus memperhatikan biaya operasional dan taraf hidup mitra, namun tarif yang terlalu tinggi akan menurunkan minat konsumen. Percuma tarif yang tinggi namun yang beli tidak ada," bebernya.

Modantara juga mengingatkan bahwa layanan pengantaran berbasis aplikasi (On-Demand Services/ODS) beroperasi di luar kerangka regulasi lama seperti Undang-Undang Pos Nomor 38 Tahun 2009. Regulasi saat ini dinilai usang dan tidak relevan dengan realitas operasional ODS.

Modantara mendorong pemerintah untuk meninjau ulang seluruh ekosistem regulasi agar mencerminkan kompleksitas layanan modern yang berbasis teknologi, kendaraan beragam, serta permintaan yang sangat fluktuatif.

Baca Juga : Ini Alasan Kemenhub Tunda Kenaikan Tarif Ojol

Modantara menghargai semangat peningkatan kesejahteraan mitra, tetapi menilai bahwa kebijakan pendapatan minimum tanpa mempertimbangkan realitas pasar digital bisa berakibat fatal. Platform bisa membatasi rekrutmen, menaikkan biaya layanan, bahkan menutup operasi di wilayah tertentu.

Sebagai alternatif, Modantara menyarankan pendekatan kolaboratif yang lebih produktif, seperti akses pembiayaan UMKM, insentif parkir dan pembebasan pajak kendaraan, hingga perlindungan sosial melalui BPJS dan pelatihan kewirausahaan.