Minggu, 08 Januari 2023 20:20
Sebanyak delapan Partai Politik (Parpol) Politik menyatakan sikap menolak Pemilihan Umum (Pemilu) dengan sistem proporsional tertutup di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Minggu (8/1/2023).(KOMPAS.com / IRFAN KAMIL)
Editor : Syukur Nutu

RAKYATKU.COM - Delapan Partai Politik (Parpol) menegaskan sikap penolakan terhadap Pemilihan Umum (Pemilu) dengan sistem proporsional tertutup.

 

Kedelapan Parpol itu adalah Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat PKS, PAN dan PPP. Namun, dalam pertemuan ini hanya dihadiri tujuh partai politik, sementara Partai Gerindra tidak mengirimkan perwakilannya.

“Saya ingin membacakan pernyataan sikap delapan partai politik sehubungan dengan wacana diberlakukan kembali sistem pemilu proporsional tertutup dan telah dilakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi,“ ujar Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan pada Minggu (8/1/2023).

Baca Juga : Menang Pilpres, Andi Sudirman Sulaiman Ucapkan Selamat Kepada Prabowo-Gibran

“Pertama, kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi,” ujar Airlangga.

 

Dikatakan, sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi Indonesia. Di sisi lain, sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat.

“Dimana rakyat dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik, kami tidak ingin demokrasi mundur!” tegas Ketua Umum Partai Golkar itu.

Baca Juga : Sukseskan Pemilu, Damkar Makassar Siapkan 14 Armada Siaga 24 Jam

Kedua, lanjut Airlangga, sistem Pemilu dengan proporsional terbuka merupakan pilihan yang tepat dan telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008.

Terlebih, sistem ini sudah dijalankan dalam tiga kali pemilu dan gugatan terhadap yurisprudensi akan menjadi preseden yang buruk bagi hukum di Indonesia dan tidak sejalan dengan asas nebis in idem.

Ketiga, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta tetap menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu dengan menjaga netralitas dan independensinya sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan.

Baca Juga : Pendukung Prabowo-Gibran Target 75% Kemenangan di Sinjai

“Keempat, kami mengapresiasi kepada pemerintah yang telah menganggarkan anggaran Pemilu 2024 serta kepada penyelenggara Pemilu terutama KPU agar tetap menjalankan tahapan-tahapan Pemilu 2024 sesuai yang telah disepakati bersama,” papar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu.

“Kelima, Kami berkomitmen untuk berkompetisi dalam pemilu 2024 secara sehat dan damai dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap memelihara stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi. Demikian pernyataan politik untuk menjadi perhatian,” jelas Airlangga.

Sejumlah petinggi partai yang terlihat hadir dalam kegitan tersebut dianataranya Wakil Ketua Umum PPP H M Amir Uskara, Presiden PKS Ahmad Syaikhu dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Kemudian, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Wakil Ketua Nasdem Ahmad Ali.

Baca Juga : Ganjar-Mahmud Akan Hadiri Kegiatan di Makassar, Toraja dan Luwu

Kelebihan dan kekurangan sistem proporsional terbuka dan tertutup

Seperti diketahui, perdebatan mengenai sistem Pemilu 2024 mencuat seiring dengan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK. Uji materi terhadap beleid itu membuat isu soal wacana penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024 kian santer.

Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu di mana pemilih memilih langsung wakil-wakil legislatifnya.

Baca Juga : Bawaslu Dituntut tak Pandang Bulu Tindak Pelanggaran Pemilu

Sementara untuk sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politiknya saja.

Dalam sistem proporsional tertutup, partai politik mengajukan daftar calon yang disusun berdasarkan nomor urut. Nomor urut ditentukan oleh partai politik.

Melalui sistem proporsional tertutup, setiap partai memberikan daftar kandidat dengan jumlah yang lebih dibandingkan jumlah kursi yang dialokasikan untuk satu daerah pemilihan (Dapil).

Dalam proses pemungutan suara dengan sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih parpol. Kemudian setelah perolehan suara dihitung, maka penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut.

Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih akan memilih satu nama calon anggota legislatif sesuai aspirasinya. Dalam sistem proporsional terbuka, partai memperoleh kursi yang sebanding dengan suara yang diperoleh. Setelah itu, penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak.

Kelebihan sistem proporsional tertutup adalah:
1. Memudahkan pemenuhan kuota perempuan atau kelompok etnis minoritas karena partai politik yang menentukan calon legislatifnya.
2. Mampu meminimalisir praktik politik uang.
3. Meningkatkan peran parpol dalam kaderisasi sistem perwakilan dan mendorong institusionalisasi parpol.

Sedangkan kelebihan sistem proporsional terbuka adalah:

1. Mendorong kandidat bersaing dalam memobilisasi dukungan massa untuk kemenangan.
2. Terbangunnya kedekatan antara pemilih dengan kandidat.
3. Pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung kepada kandidat yang dikehendakinya.
4. Partisipasi dan kendali masyarakat meningkat sehingga mendorong peningkatan kinerja partai dan parlemen.

Sistem proporsional tertutup juga mempunyai beberapa kelemahan, yaitu:
1. Pemilih tidak punya peran dalam menentukan siapa kandidat caleg yang dicalonkan dari partai politik.
2. Tidak responsif terhadap perubahan yang cukup pesat.
3. Menjauhkan hubungan antara pemilih dan wakil rakyat pascapemilu.
4. Potensi menguatnya oligarki di internal parpol.
5. Munculnya potensi ruang politik uang di internal parpol dalam hal jual beli nomor urut.

Sedangkan kelemahan sistem proporsional terbuka adalah:
1. Membutuhkan modal politik yang cukup besar sehingga peluang terjadinya politik uang sangat tinggi.
2. Penghitungan hasil suara rumit.
3. Sulit menegakkan kuota gender dan etnis.
4. Muncul potensi mereduksi peran parpol. Persaingan antarkandidat di internal partai.

Sumber: Kompas.com

BERITA TERKAIT