Selasa, 27 Desember 2022 14:51
Editor : Syukur Nutu

RAKYATKU.COM, JAKARTA - Rektor IPB, Arif Satria meminta polemik perlu tidaknya impor beras harus dilihat secara detail melalui otoritas data pada Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut dia, data menjadi penting karena berkaitan langsung dengan seberapa besar kebutuhan masyarakat dan juga berapa besar kekuatan pangan Indonesia.

 

Hal tersebut disampaikan Arif dalam Webinar Majlis Pusat Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) berjudul polemik beras di akhir tahun.

"Kita sudah memiliki satu kebijakan bahwa kita ada sumber data hanya satu yaitu yang mempunyai otoritas adalah BPS bisa menyampaikan data-data akurat sehingga sebagai dasar apakah perlu impor apakah tidak," kata Arif pada Selasa, 27 Desember 2022.

Baca Juga : Sektor Pertanian Menjanjikan, NTP Meningkat di 26 Provinsi

Menurut Arif, kebijakan dan keputusan harus berdasarkan data yang akurat. Karena itu diperlukan rujukan dan sumber utama dalam setiap mengambil keputusan. "Karena data ini menjadi sumber untuk pengambilan keputusan yang lebih akurat, keputusan yang lebih tepat, maka datanya juga harus tepat," katanya.

 

Disisi lain, Arif mengajak semua rektor di seluruh Indonesia agar memiliki komitmen penuh dalam memperkuat ketahanan pangan nasional. Langkah ini perlu dilakukan mengingat semua negara di dunia tengah menghadapi situasi sulit akibat berbagai dinamika krisis global.

Karena itu, kata Arif, peran rektor perlu dioptimalkan karena merupakan ujung tombak bagi kemajuan pertanian Indonesia melalui bidang-bidang pendidikan.

Baca Juga : 2022, Ekonomi Sulsel Tumbuh 5,09 Persen

"Kebetulan saya pribadi oleh menteri pendidikan mengkoordinir para rektor untuk bergerak bagaimana perguruan tinggi di Indonesia harus sudah mulai bergerak fokus pada menciptakan ketahanan pangan dan kekuatan pangan," katanya.

Arif yang juga merupakan Ketua Umum ICMI mengatakan bahwa dunia pendidikan harus menjadi jembatan bagi tiap inovasi yang dihasilkan berbagai lembaga riset nasional. Pendidikan juga harus siap mengakomodir perkembangan baru yang bisa meningkatkan produktivitas.

"Termasuk juga ICMI. Kita sudah punya program namanya bangun desa di dalamnya ada program-program tentang cendekia dan sebagainya, sekarang ini menjadi sumber-sumber ataupun learning center pusat pembelajaran baru di kalangan petani yang diharapkan bisa menjadi jembatan inovasi-inovasi yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga reset nasional," jelasnya.

Baca Juga : 2022, Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,31 Persen

Sebagaimana diketahui, berdasarkan data BPS, produktivitas nasional mengalami pertumbuhan tinggi selama beberapa tahun terakhir, yaitu sebesar 31,9 juta ton sehingga mampu mencapai swasembada beras selama tiga tahun berturut-turut.

Capaian lainya adalah melejitnya ekspor pertanian Indonesia hingga mencapai 15 persen di sepanjang Januari-April 2022. Padahal saat itu, kasus covid 19 dalam kondisi tinggi yang mengakibatkan perekonomian dunia lumpuh. Hal itu seperti yang diungkapkan Kepala BPS waktu itu, Suhariyanto.

Terlebih, NTP pada Januari 2022 mencapai 108,67 atau naik sebesar 0,30 persen. Nilai tukar usaha petani (NTUP) mencapai 108,65 atau naik 0,12 persen. Selain itu terdapat rangkaian curva NTP yang sangat positif sepanjang periode 2020 lalu.