Senin, 22 Agustus 2022 08:05
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia (Lidmi), Asrullah.
Editor : Nur Hidayat Said

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Baru-baru ini, jagat publik menjadi ramai disebabkan viralnya sebuah video. Trending di berbagai media sosial, video tersebut menampilkan seorang mahasiswa baru yang mengidentifikasi diri sebagai gender netral pada acara penerimaan mahasiswa baru Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas).

 

Akibatnya, pihak kampus kemudian mengusir mahasiswa tersebut dari lokasi kegiatan. Sontak hal itu menuai perdebatan dan polemik di kalangan masyarakat umum. Ada yang mengkritik perilaku mahasiswa tersebut dan sebaliknya ada pula yang mengkritik sikap dosen yang dianggap mendiskriminasi.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia (Lidmi), Asrullah, sangat menyayangkan sikap amoral dari mahasiswa tersebut. Menurutnya, konstitusi memang memberikan jaminan terhadap kebebasan berekspresi dan bersikap, tetapi kebebasan itu juga tidak boleh melawan norma hukum, norma kesusilaan, norma sopan santun maupun norma agama.

Baca Juga : Maba Unhas Terima Kejutan Tak Terduga dari Pj Gubernur Sulsel

"Bahkan secara spesifik jika membaca perdebatan risalah pembentukan konstitusi kita, konstruksi paradigma moral-agama itu sangat kental. Apa yang dilakukan oleh pimpinan kampus tersebut sudah tepat dan sejalan dengan spirit konstitusi serta tujuan pendidikan nasional," kata Asrullah dalam keterangannya, Ahad (21/8/2022).

 

"Negara kita mengakui bahwa hanya terdapat dua jenis kelamin sehingga pertanyaan dari WD 3 (Wakil Dekan III Fakultas Hukum Unhas, Hasrul) yang merupakan pimpinan kampus itu sudah tepat. Bahkan, mengeluarkan anak tersebut adalah bagian pembelajaran agar mahasiswa memahami dengan baik norma dan aturan yang ada," lanjutnya.

Asrullah mengatakan Memang dalam diskursus dan kajian sosial, gender telah mengalami pergeseran makna. Pada awalnya gender dimaknai sama dengan jenis kelamin sebagai suatu yang teridentifikasi sejak lahir. Namun, seiring dilakukannya berbagai riset, pendekatan gender kini dimaknai sebagai persoalan konstruk sosial.

Baca Juga : Pj Gubernur Sulsel Motivasi Mahasiswa Baru Unhas, Ingatkan Jangan Pernah Menyerah

Menurut alumnus Fakultas Hukum Unhas ini, gender sebagai sebuah konstruk sosial tidak seharusnya diterima secara mentah-mentah tanpa adanya nalar kritis. Perlu memahami alur dan histori konstruksi metodologis dari bahasan gender, seks, dan seksualitas.

“Jika kita melihat sejarah fenomena dan diskursus gender, seks, dan seksualitas sebagai sebuah wacana, maka kita harus melihat genealogi kelahirannya jauh pada abad ke-17 di Prancis. Tesis awal Barat berkaitan dalam melihat gender sangat tendensius diakibatkan isu dan pengalaman sejarah di Barat sendiri yang misogini dan penuh disparitas,” ungkapnya.

Oleh karena itu, kata dia, problem terbesarnya terletak pada pemahaman dan interpretasi kita terhadap seks, gender, dan seksualitas. Jika hanya dibasiskan pada diskresi personal, maka akan sangat berpotensi meruntuhkan otoritas agama dalam mengkonstruksi gender yang telah ditetapkan.

Baca Juga : Mahasiswa Unhas Kembangkan Inovasi Penghantaran Obat untuk Penyakit Tuberkulosis 

Lidmi, lembaga yang dipimpin Asrullah, menyatakan dengan tegas penolakan terhadap segala jenis unsur LGBTQ+ yang berpotensi merusak moral bangsa. Kampanye LGBT ini pada akhirnya menjadi bumerang bagi terwujudnya insan bangsa intelektual dan beradab yang saat ini berada pada pundak para pemudanya.