RAKYATKU.COM, WAJO - Tidak ada lagi desa tertinggal di Kabupaten Wajo di bawah kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati, Amran Mahmud-Amran. Sangat kontras dengan saat awal keduanya memimpin Bumi Lamaddukelleng. Ini kembali jadi bukti tangan dingin duet kepala daerah dengan sebutan duo Amran itu.
Berdasarkan rekapitulasi Indeks Desa Membangun (IDM) 2022 dalam Berita Acara Penetapan Status Desa 2022 yang disahkan tim verifikasi pada Mei 2022 lalu, di Wajo sudah tidak ada desa tertinggal. Padahal, pada 2019 atau awal kepemimpinan Amran Mahmud-Amran, jumlah desa tertinggal 22 desa, yang kemudian turun signifikan pada 2020 menjadi 6 desa dan pada 2021 tersisa 3 desa.
Bukan hanya berhasil mengentaskan desa tertinggal di wilayahnya, Amran Mahmud-Amran juga berhasil membawa Wajo punya lebih banyak desa mandiri. Pada 2022 ini Wajo memiliki enam desa berstatus desa mandiri, status tertinggi dalam program Indeks Desa Membangun (IDM) Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) RI.
Baca Juga : Kapolres Wajo Hadiri Apel Siaga Pengawasan Masa Tenang Pilkada 2024
"Kita bersyukur tahun ini sudah memiliki enam desa yang berstatus desa mandiri. Sebelumnya, pada tahun 2021 baru dua desa, bahkan di tahun 2019 dan 2020 belum ada desa kita yang berstatus desa mandiri," ucap Andi Liliyannah Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Wajo, saat dikonfirmasi Rabu (15/6/2022).
Adapun desa yang berstatus desa mandiri pada 2022 ini, yaitu Desa Salobulo di Kecamatan Sajoanging serta Desa Nepo, Ujungbaru, Pakkanna, Inalipue, serta Assorajang di Kecamatan Tanasitolo.
Selain itu, desa yang berstatus desa berkembang dan desa maju dari 2019 masing-masing 109 dan 11, 2020 sejumlah 119 dan 17, 2021 sebanyak 110 dan 27, serta 2022 sebanyak 96 dan 40. Artinya, pada 2022 ini makin banyak desa berstatus desa maju, status ini satu tingkat di bawah status desa mandiri.
Baca Juga : Propam Polda Lakukan Penegakan Ketertiban dan Disiplin di Polres Wajo
"Inilah sebenarnya yang kita harapkan, kita ingin agar semua desa menuju pada status desa mandiri. Ada kelebihan yang dimiliki pada status desa mandiri tersebut, yaitu pencairan dana desanya dua kali saja, di mana pada umumnya pencairan untuk desa di luar status tersebut itu adalah tiga kali. Jadi, pelaksanaan program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat bisa lebih cepat," kata Liliyannah.
Selain itu, status desa mandiri juga menjadi salah satu Indikator untuk mendapatkan alokasi kinerja dalam pembagian Dana Desa setiap tahunnya. "Kami atas nama Pemerintah Kabupaten (Pemkanb) Wajo menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan kepala OPD (organisasi perangkat daerah), khususnya Kepala Bappelitbangda, para camat, kepala desa serta seluruh stakeholder terkait atas kerja samanya sehingga kita bisa membawa desa kita pada peningkatan status ini. Apresiasi kami juga secara khusus kepada tenaga ahli pendamping kabupaten, pendamping desa kecamatan, dan pendamping lokal desa yang telah mendampingi selama ini," bebernya.
Sementara, Koordinator Tenaga Ahli Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) Kabupaten, Bakri, menyampaikan bahwa ada lima klasifikasi status desa dalam Indeks Desa Membangun (IDM) berdasarkan Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2016 yaitu desa sangat tertinggal, desa tertinggal, desa berkembang, desa maju, dan tertinggi yaitu desa mandiri.
Baca Juga : Kasat Narkoba Polres Wajo Berganti, Kini Dijabat AKP Prawira Wardany
"Ada tiga indikator penilaian dalam IDM ini yaitu Indeks Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi, dan Indeks Ketahanan Lingkungan. Setiap kasi pemerintahan desa menginput data atau menjawab 796 pertanyaan melalui aplikasi, didampingi oleh pendamping desa untuk mendapatkan nilai ambang status desa," ucapnya.
Bakri menjelaskan, untuk pemutakhiran data status perkembangan desa melibatkan beberapa pihak dari Satker Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Daerah (DPMD), Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda), kepala desa, serta tenaga pendamping profesional, baik dari tenaga ahli pendamping provinsi (TA provinsi), tenaga ahli pendamping kabupaten (TA kabupaten), pendamping desa kecamatan (PD), maupun pendamping lokal desa (PLD). (*)