RAKYATKU.COM,MAKASSAR -- Sumber daya manusia unggul harus disiapkan sejak dini. Sebab itu, perlindungan terhadap anak mutlak harus dilakukan agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik untuk mencapai kesejahteraannya.
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Berdasarkan data BPS tahun 2019, penduduk Sulawesi Selatan berusia anak sebanyak 32,89 persen.
Begitu pentingnya anak mendapatkan perlindungan, sehingga Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Uji Materi Batas Usia Perkawinan.
Pemerintah juga mengesahkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Batas usia untuk diizinkan menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.
Pernikahan anak di Indonesia sangat tinggi. Tertinggi kedua di Asia dan tertinggi ketujuh di dunia.
Pada 2018 diperkirakan 190.533 anak perempuan di Indonesia menikah di bawah umur 16 tahun (UNICEF, 2018).
Sementara pada tahun 2018 Pengadilan Agama di seluruh Indonesia menerima 13.880 permohonan dispensasi kawin yang dimohonkan untuk anak perempuan.
Berarti hanya sekitar tiga persen pernikahan anak perempuan di bawah usia 16 tahun yang dimohonkan dispensasi (AIPJ2, 2019).
Pada tahun 2020, angka pernikahan yang berusia anak di Sulawesi Selatan sebanyak 11,25 persen. Angka ini masih di atas angka nasional, 10,35 persen.
Meskipun data ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya 12,1 persen, tetapi tantangan yang dihadapi ke depan masih terbentang jauh.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menargetkan angka pernikahan anak menurun hingga 8,74 persen pada tahun 2024.
Berbagai strategi dan upaya telah dilakukan oleh semua pihak baik provinsi, kabupaten/kota hingga desa/kelurahan seperti menyusun regulasi, penyiapan produk materi kampanye, penguatan kapasitas SDM, diseminasi dan advokasi.
Pernikahan anak bukan kebutuhan dan kepentingan anak. Pernikahan anak hanya melahirkan berbagai permasalahan bagi rumah tangga tersebut, keluarga, masyarakat, dan negara.
Memberi dampak pada hak kesehatan, pendidikan dan tumbuh kembangnya. Berdampak pada lemahnya ketahanan keluarga, berpeluang melahirkan anak dengan status gizi buruk, stunting yang semua ini dapat mengancam kesejahteraan anak.