RAKYATKU.COM - Regulator penyiaran Tiongkok" href="https://rakyatku.com/tag/tiongkok">Tiongkok akan melarang estetika keperempuan-perempuanan dalam acara-acara hiburan.
Langkah ini merupakan bagian dari pengetatan aturan atas apa yang disebut sebagai "konten tidak sehat" dalam program televisi.
Administrasi Radio dan Televisi Nasional (NRTA) mengatakan perilaku moral dan politik harus disertakan sebagai kriteria dalam pemilihan aktor.
Baca Juga : Seperti Reka Ulang, Perkelahian Keluarga di Taman Margasatwa, Malamnya para Hewan Ikut Berkelahi
Beberapa format acara ajang pencarian bakat juga telah dihentikan.
Lembaga regulator televisi itu juga memerintahkan para pemilik saluran televisi untuk mengurangi gaji tinggi yang dibayarkan kepada para bintang dan menerapkan pengawasan ketat demi mencegah penghindaran pajak.
NRTA berjanji untuk mempromosikan hal yang didefinisikan sebagai citra laki-laki yang lebih maskulin dan mengkritik selebritas pria yang menggunakan banyak make-up.
Baca Juga : Detik-Detik Menakutkan Banjir Stasiun Kereta Bawa Tanah Tiongkok
Namun, mereka berkata bahwa acara yang mempromosikan budaya tradisional, budaya sosialis revolusioner, atau menumbuhkan suasana patriotik, harus didorong.
Presiden China Xi Jinping menegaskan kembali komitmen untuk kemakmuran bersama dan dalam memenuhi janjinya untuk mendistribusikan kekayaan, konglomerat teknologi berpenghasilan tinggi dan bintang hiburan baru-baru ini menjadi sasaran.
Rana Mitter, profesor sejarah dan politik China modern di Universitas Oxford, mengatakan bahwa gagasan kemakmuran bersama adalah cara untuk mengkritik kesenjangan lebar yang sekarang meresahkan masyarakat.
Baca Juga : Kereta Bawah Tanah Terjebak Banjir, Penumpang Ketakutan saat Air Terus Naik
"Orang-orang terkenal dan kaya-raya menjadi target yang jelas karena kritik terhadap mereka bergema di media sosial," katanya.
"Setelah mulai dengan para konglomerat teknologi, Partai menunjukkan bahwa para bintang showbiz sekarang menjadi target berikutnya."
Tiongkok punya populasi sekitar 1,4 miliar orang. Kesenjangan pendapatan meningkat dalam beberapa dekade terakhir, dengan 10 persen dari populasi meraup 41 persen dari pendapatan nasional pada tahun 2015, naik dari 27 persen pada tahun 1978, seperti yang diperkirakan oleh London School of Economics.
Baca Juga : Pria Ini Cari Kunci Rumahnya yang Hilang, Tidak Sadar Ternyata Sudah Tertelan
Sumber: BBC Indonesia