RAKYATKU.COM - Pleidoi Habib Rizieq Shihab (HRS) mengungkap sejumlah fakta baru. Tidak tanggung-tanggung, melibatkan pembesar di negeri ini.
Habib Rizieq Shihab mengungkap lobi yang dilakukan Menko Polhukam saat itu, Jenderal TNI (purn) Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (purn) Budi Gunawan, dan Kapolri Tito Karnavian.
Ketiganya aktif berkomunikasi Habib Rizieq Shihab di Arab Saudi. Ada pertemuan yang dilakukan di Jeddah. Pernah juga di dekat Masjidilharam, Mekah.
Baca Juga : Ferdinand Hutahaean Diminta Bertobat dan Belajar Agama dari Habib Rizieq
Hingga akhirnya, tercapai kesepakatan tertulis. Itu terjadi sekitar awal Juni 2017. Pertengahan Syawal 1438 H.
"Saya bertemu dan berdialog langsung dengan Kepala BIN Jenderal Polisi (purn) Budi Gunawan bersama timnya di salah satu hotel berbintang lima di Kota Jeddah, Saudi Arabia," urai Habib Rizieq saat membacakan pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (10/6/2021).
"Hasil pertemuan tersebut sangat bagus. Kita buat kesepakatan tertulis hitam di atas putih yang ditandatangani oleh saya dan Komandan Operasional BIN Mayjen TNI (pur) Agus Soeharto di hadapan kepala BIN dan timnya. Kemudian surat tersebut dibawa ke Jakarta dan dipersaksikan serta ditandatangani juga oleh Ketua Umum MUI Pusat KH Ma'ruf Amin, yang kini menjadi wakil presiden RI," tambah Habib Rizieq Shihab.
Salah satu isi kesepakatan itu adalah menghentikan kasus yang menjerat Habib Rizieq saat itu. Mantan imam besar Front Pembela Islam (FPI) itu juga sepakat untuk mendukung pemerintahan Jokowi selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
"Di antara isi kesepakatan tersebut adalah 'setop semua kasus hukum saya dkk' sehingga tidak ada lagi fitnah kriminalisasi dan sepakat mengedepankan dialog dari pada pengerahan massa, serta siap mendukung semua kebijakan pemerintahan Jokowi selama tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam dan konstitusi negara Indonesia," ujar Habib Rizieq.
Habib Rizieq juga mengklaim bertemu dua kali dengan Kapolri saat itu, Tito Karnavian, di salah satu hotel dekat Masjidil Haram. Dalam pertemuan itu, Habib Rizieq sepakat tidak akan terlibat politik praktis asal terpenuhi tiga syarat.
Baca Juga : Rizieq Shihab Baru Ditahan dalam Kasus RS Ummi, Ini Penjelasan Kajari Jakarta Timur
"Saya juga dua kali bertemu dan berdialog langsung dengan Kapolri Jenderal Polisi (Purn) Muhammad Tito Karnavian pada 2018 dan 2019 di salah satu hotel berbintang lima di dekat Masjidil Haram Kota Suci Makkah. Dalam dua kali pertemuan tersebut, saya menekankan saya siap tidak terlibat sama sekali dengan urusan politik praktis terkait Pilpres 2019 dengan tiga syarat: setop penodaan agama, setop kebangkitan PKI, setop penjualan aset negara ke asing maupun 'Aseng'," katanya.
Belakangan, kata Habib Rizieq, kesepakatan itu kandas karena adanya operasi intelijen hitam berskala besar yang mengakibatkan dirinya dicekal. Dia menuding ada pihak yang telah berkhianat terhadap kesepakatannya.
"Namun sayang sejuta sayang, dialog dan kesepakatan yang sudah sangat bagus dengan Menko Polhukam RI dan Kepala BIN serta Kapolri saat itu, akhirnya semua kandas akibat adanya operasi intelijen hitam berskala besar yang berhasil mempengaruhi pemerintah Saudi, sehingga saya dicekal atau diasingkan dan tidak bisa pulang ke Indonesia," ujarnya.
Baca Juga : Kecewanya Kuasa Hukum Habib Rizieq Batal Bebas, Merasa "Dikerjai" Pengadilan
"Saya tidak tahu apakah Menko Polhukam RI Wiranto dan Kepala BIN Budi Gunawan serta Kapolri Tito Karnavian yang mengkhianati dialog dan kesepakatan, serta mereka terlibat dalam operasi intelijen hitam berskala besar tersebut, atau memang di sana ada pihak lain yang memiliki kekuatan besar yang melakukan operasi rahasia untuk melayani oligarki anti-Tuhan yang bersembunyi di balik instrumen kekuasaan. Wallaahu a'lam," tambahnya.
Fakta-fakta itu diungkap Habib Rizieq dalam pleidoinya atas tuntutan 6 tahun penjara dari jaksa dalam perkara dugaan penyebaran hoax terhadap hasil tes swab di RS Ummi Bogor.
Rizieq mulanya mengungkap perihal kesepakatan dan dialog untuk rekonsiliasi antara dirinya dan Menko Polhukam saat itu, Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purn) Budi Gunawan, dan Tito Karnavian.
Baca Juga : Senin, Habib Rizieq Shihab Pulang ke Rumah
Rizieq mengatakan, dalam pertemuan dengan Tito di Mekah, Arab Saudi, dia menyatakan siap tak terlibat urusan politik praktis terkait Pilpres 2019 dengan tiga syarat.
Salah satu syarat yang diajukan adalah dia meminta semua pihak yang menista agama harus diproses sesuai hukum. Karena itu, Rizieq meminta Abu Janda, Ade Armando, hingga Denny Siregar diproses hukum seperti Ahok.
"Artinya siapa pun yang menista/menodai agama apa pun harus diproses hukum sesuai amanat UU Anti Penodaan Agama yang tertuang dalam Perpres No 1 Tahun 1965 dan KUHP Pasal 156a. Sebagaimana Ahok Si Penista A-Qur'an diproses, maka selain Ahok, seperti Abu Janda, Ade Armando, Denny Siregar, dan semua gerombolan mereka yang sering menodai agama dan menista ulama juga harus diproses hukum, sesuai dengan prinsip equality before the law sebagaimana diamanatkan UUD 1945," kata Rizieq.
Rizieq menilai Abu Janda, Ade Armando, hingga Denny Siregar selama ini kebal hukum. Tak seperti dirinya. Menurutnya, meski sudah berkali-kali dilaporkan, Denny Siregar dkk tak pernah diproses dan ditangkap.
Rizieq pun menyebut kasusnya ini merupakan rekayasa. Dia menuding staf presiden bidang Intelijen Diaz Hendropriyono ada di balik rekayasa tersebut. Rekayasa itu, kata Rizieq, juga terlihat dari cuitan Denny Siregar yang menurutnya mengindikasikan ada perintah untuk menghabisinya.
"Jika cuitan ini benar, maka berarti memang ada rekayasa kasus saya dari penyidik Kepolisian, namun jika cuitan ini tidak benar, maka berarti fitnah terhadap polisi yang mestinya Denny Siregar diproses dan ditangkap. Faktanya, Denny Siregar dibiarkan hingga saat ini, sehingga cuitannya tersebut menimbulkan berbagai asumsi negatif terhadap institusi kepolisian bahkan terhadap Istana Presiden," ungkap Rizieq.
"Belum lagi cuitan-cuitan hinaan dan fitnah lainnya yang dipropagandakan oleh para BuzzeRp seperti Abu Janda, Ade Armando, Eko Kuntadi, Guntur Romli, dan lainnya, serta akun-akun jahat kaki tangan oligarki anti Tuhan seperti akun @digembook dan lainnya. Kesemuanya ini semakin meyakinkan bahwa memang di sana ada operasi intelijen hitam berskala besar untuk mentarget saya dan keluarga serta kawan-kawan," sambungnya.