Selasa, 06 April 2021 20:12
Surat Telegram Kapolri yang pada akhirnya dicabut.
Editor : Nur Hidayat Said

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Kepala polri">Kepolisian Republik Indonesia menerbitkan Surat Telegram Nomor: ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021 tentang Pedoman Peliputan yang Bermuatan Kekerasan dan/atau Kejahatan dalam Program Siaran Jurnalistik tanggal 5 April 2021 ditujukan kepada para Kapolda Up Kabid Humas.

 

Komite Keselamatan Jurnalis menilai hal ini berpotensi membatasi kebebasan pers yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Selain itu, penerbitan Surat Telegram tersebut juga menutup masuknya kritik-kritik membangun dari media selaku representasi publik terhadap Lembaga Kepolisian.

Dalam Surat Telegram huruf B poin 1 disebutkan, media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan Kepolisian yang tegas namun humanistik. Pelarangan penyiaran upaya/tindakan Kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan ini berlawanan dengan ayat (2) Pasal 4 UU Pers: “terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.

Baca Juga : Ketum PSSI dan Kapolri Komitmen Berantas Mafia Bola

Selain itu, ayat (3) Pasal 4 UU Pers juga menyebutkan, “untuk menjamin kebebasan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Tentu, dalam menyajikan pemberitaan, pers juga memiliki koridor tersendiri yang telah jelas diatur dalam Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

 

Penerbitan Surat Telegram Kapolri yang ditandatangani Kepala Divis Humas polri Inspektur Jenderal (Pol) Raden Prabowo Argo Yuwono atas nama Kapolri ditujukan dalam pelaksanaan peliputan yang bermuatan kekerasan dan/atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik (huruf B) dan bukan semata-mata mengatur program kehumasan Polri.

Oleh karena itu, Surat Telegram ini dikhawatirkan juga akan diterapkan pada peliputan-peliputan media massa/pers pada umumnya yang melakukan peliputan kegiatan-kegiatan kepolisian.

Baca Juga : Operasi Ketupat Digelar H-7 Lebaran Idulfitri 2023

Pelarangan penyiaran upaya/tindakan Kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan Kepolisian dikhawatirkan justru akan menutup upaya bersama untuk mewujudkan reformasi di tubuh Kepolisian. Padahal, transparansi menjadi salah satu syarat utama dalam proses perbaikan kinerja dan profesionalitas Kepolisian.

Adapun, untuk poin-poin isi Surat Telegram Kapolri Indonesia Nomor: ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021 lainnya, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menilai isi materinya telah sesuai dengan UU Pers dan P3SPS.

Sehari setelah terbitnya Surat Telegram Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021, Kapolri langsung mencabut Surat Telegram tersebut dengan menerbitkan Surat Telegram Nomor: ST/759/IV/HUM.3.4.5/2021 tanggal 6 April 2021 yang menyatakan pencabutan Surat Telegram Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021 tentang Pedoman Peliputan yang Bermuatan Kekerasan dan/atau Kejahatan dalam Program Siaran Jurnalistik.

Baca Juga : Polri Sita 220 Kg Sabu dan 705 Butir Ekstasi dari Tujuh Tersangka di Sulsel dan Aceh

Menyikapi terbitnya Surat Telegram Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021 tanggal 5 April 2021, Komite Keselamatan Jurnalis menyampaikan beberapa hal:

1. Mendesak Kepolisian RI untuk tidak lagi melakukan pelarangan penyiaran, termasuk penyiaran upaya/tindakan Kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan Kepolisian. Pelarangan terhadap kerja-kerja jurnalistik merupakan pelanggaran terhadap UU Pers.
2. Meminta Kepolisian RI untuk tetap terbuka terhadap kritik-kritik membangun dari manapun, termasuk pers demi kebaikan Kepolisian RI ke depan.
3. Mengapresiasi keputusan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mencabut Surat Telegram Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021. Meski Surat Telegram tersebut akhirnya dicabut, namun Komite Keselamatan Jurnalis berharap preseden serupa tidak lagi terjadi ke depan.